petani.id – (Jakarta – Sabtu, 27/07/2019). Melihat polemik benih IF8 dan penangkapan Petani Pemulia Tanaman serta pernyataan pejabat Kementerian Pertanian (Kementan) Prof. Erizal Jamal yang mengatakan pihaknya mengimbau kepada para Petani agar membeli benih unggul bersertifikat, jangan tergiur iming-iming yang tidak jelas dari benih yang belum dilepas secara resmi. Peraturan seperti Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 40 tahun 2017 tentang Pelepasan Varietas Tanaman dimaksudkan untuk melindungi Petani (Sumber: https://pojoksatu.id/kementan/2019/07/27/kasus-benih-padi-if8-di-aceh-merupakan-pelanggaran-hukum-polisi-diminta-usut/amp/), Ketua Umum Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (Petani) Satrio Damardjati mengatakan lucu dan sangat menyayangkan tindakan persekusi atau kriminalisasi terhadap Petani Pemulia Tanaman dari Aceh.
“Lucu saja, bicara UU No. 12 Tahun 1992 sudah diputus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap judicial review UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Sistem Budidaya Tanaman, dimana Mahkamah mengecualikan perlakuan yang berbeda antara Petani Pemulia kecil dengan korporasi atau perusahaan benih, bahkan jika dibaca serta dipelajari lebih jauh pertimbangan Mahkamah dalam putusan tersebut, MK justru memberi mandat kepada negara utamanya pemerintah untuk melakukan pembinaan, pemberdayaan, edukasi, serta pendampingan dan fasilitasi Petani Pemulia kecil untuk berinovasi dalam hal pemuliaan tanaman bagi pemenuhan kebutuhan hidup dan kesejahteraan Petani, putusan ini sudah ada sejak tahun 2014, karena putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku ‘erga omnes’, untuk semua seperti yang pernah disampaikan oleh Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Kebijakan Dewan Pimpinan Nasional Petani. Kemudian bicara Permentan No 40 tahun 2017, sudah jelas-jelas pada Bab IV VARIETAS HASIL PEMULIAAN PETANI KECIL Pasal 36 Ayat 1 Varietas hasil pemuliaan yang dilakukan oleh perorangan Petani kecil dikecualikan ketentuan mengenai pengujian, penilaian, tata cara pelepasan, dan penarikan varietas dalam Permentan No 40 tahun 2017 dan di ayat 2 tertera bahwa varietas hasil pemuliaan perorangan Petani kecil sebagaimana dimaksud (red: dalam ayat 1) wajib didaftar
oleh Dinas yang melaksanakan sub urusan pemerintahan di bidang tanaman pangan, perkebunan, atau peternakan. Jadi itu pejabat Kementan ‘Lamun Sira Pinter Ojo Minterin’ Petani lah.” kata Ketua Umum Satrio Damardjati sambil senyum kepada tim petani.id di Jakarta (Sabtu, 27/07/2019).
Ketua Umum Petani menjelaskan bahwa saat ini di zaman digitalisasi para Petani sudah bisa dan mampu berproduksi bahkan sampai memasarkan hasil produksinya secara mandiri, berdikari dan bergotong royong antar jaringan kelompok Petani tanpa ada batas wilayah atau bahkan pulau.
“Nah tadi ada pernyataan ‘melindungi Petani’, berarti kita bicara UU No 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dimana tercantum dalam pasal 1 yang menyatakan bahwa perlindungan Petani adalah segala upaya untuk membantu Petani dalam menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim. Apa sudah dilakukan semua itu oleh Mentan dan Kementan untuk Petani? Ada tapi masih sangat minim sekali, kami (red: Petani) rasa belum dilakukan seluruhnya secara maksimal. Jadi, jika di ‘grass road’ ada kelompok-kelompok Petani yang berjejaring dan bekerja secara mandiri, berdikari dan gotong rotong harusnya Mentan dan Kementan berterima kasih dan ‘Lamun Sira Sekti Ojo Mateni Petani’ dong.” jelas Ketua Umum Petani ini yang juga mantan aktivis ‘98.
-. Redaksi: Departemen Propaganda.
-. Liputan/Laporan: Tim Departemen Jaringan.
-. Editor: Bidang Propaganda & Jaringan – DPN Petani.