petani.id – (Siaran Pers | Yogyakarta – Selasa, 30/02/2019). Belajar dari kasus yang menjerat sang inovator di bidang pertanian Teungku Keuchik Munirwan yang berasal dari Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisan, Aceh Utara, harus berurusan hukum setelah Dinas Pertanian dan Perkebunan mengadukan ke pihak kepolisian atas tuduhan memproduksi dan memperdagangkan secara komersial benih padi IF8 yang belum bersertifikasi. Berdasarkan pemberitaan di beberapa media, benih padi IF8 (Indonesian Farmer generasi ke-8) yang dilarang penggunaannya oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Utara merupakan karya Petani Pemulia di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012.
Para Petani Pemulia tersebut mendapatkan bimbingan dan binaan langsung dari dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Alam, Prof. Dwi Andreas Santosa salah satu Dewan Penasihat Nasional DPN Petani yang juga sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI). Kemudian IF8 dikembangkan oleh Teungku Munirwan di desanya pada Program Inovasi Desa dengan menggunakan Dana Desa. Pada panen perdananya, dikunjungi oleh sejumlah pejabat dari Pemda Aceh. Akan tetapi Petani inovator telah dipidanakan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan kabupaten setempat, yang seharusnya memberikan bimbingan dan insentif kepada usaha-usaha Petani untuk menuju kemandiriannya untuk melakukan pengembangan di bidang pertanian dengan basis kearifan lokal.
Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (Petani) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) salah satu lembaga Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD) dalam Program Inovasi Desa (PID) di DIY sangat menyayangkan apa yang telah terjadi dalam kasus tersebut sangat tidak paham sebuah inovasi. Dengan adanya dana desa yang pada dasarnya adalah pengembangan potensi desa dimana Petani banyak di desa, logikanya adalah pengembangan dibidang pertanian meliputi benih, pupuk, pengetahuan tentang pertanian berbasis tekhnologi 4.0 dan pengembangan lainnya.
Dalam design PID yang melibatkan banyak pihak, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah (red: berbagai dinas di dalamnya), pihak desa, lembaga P2KTD, pendamping desa, dan masyarakat, seharusnya dapat mendeteksi potensi masalah yang ada. Dalam sebuah program, tentunya ada monitoring dan evaluasi yang menjadi tanggung jawab para pihak tersebut sesuai kapasitasnya. Agar solusinya dapat ditentukan penguasaan masalah di lapangan maupun dari aspek Undang-Undang (UU) ataupun Peraturan yang berlaku dibawahnya. Dari segi hukum tersebut diatas dibisa dimintakan pertanggung jawaban dalam PID.
Jika Petani inovator bisa dipidanakan atas prestasinya, bagaimana dengan Petani lain yang berusaha untuk mandiri. Inovasi dan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi visi Presiden Joko Widodo hanya menjadi jargon saja jika tidak ada perubahan cara berpikir dan mentalitas para Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk pejabat di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif dalam memandang inovasi dan pembangunan SDM.
DPW Petani DIY memandang perlu adalah pemahaman persepsi, visi dan misi pembangunan daerah oleh pihak legislatif, eksekutif (red: terutama dinas-dinas yang terkait langsung dengan pengembangan dan pembangunan desa), dan pihak yudikatif. Ketiga pihak tersebut, di masing-masing daerah harus duduk bersama agar tidak terjadi kriminalisasi terhadap masyarakat profesi Petani yang melakukan usaha inovasi pengembangan di bidang pertanian.
-. Redaksi: Departemen Propaganda.
-. Liputan / Laporan: Biro Propaganda & Jaringan – DPW Petani DIY.
-. Editor: Bidang Propaganda & Jaringan – DPN Petani.