petani.id – (#SDMPetaniUnggul – Palalawan, 25/09/2020). Ketimpangan kepemilikan lahan PETANI sudah nyata terlihat mata menjelang memasuki Dusun Toro, kawasan yang dihuni kurang lebih 5000 (red: lima ribu) kepala keluarga (KK) merupakan kawasan yang di klaim Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (red: BBKSDA) adalah daerah Konservasi Taman Nasional Tesso Nilo. Sebelum memasuki Dusun Toro, baik dari Baserah, Taluk Kuantan, dari Gunung Sari Kampar, dari arah Kerinci Pelalawan, sejauh mata memandang terlihat dominasi pohon ekaliptus ribuan hektar di areal Hutan Tanaman Industri Konsensi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Satu sisi PT RAPP memiliki legalitas tanah ribuan hektar, satu sisi mirisnya lagi 5000 KK berprofesi sebagai PETANI yang hidup dan menetap di Dusun Toro dan Doli adalah warga negara Indonesia di negeri agraris berbasis maritim, justru diklaim oleh BBKSDA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (red: KLHK) hidup dan tinggal di tanah ilegal.
“Atas dasar klaim BBKSDA bahwa masyarakat PETANI yang hidup di tanah ini ilegal, berdampak pada tidak bisanya membuat Kartu Tanda Penduduk (red: KTP), akte kelahiran, tidak dapat dana ADD Desa, bahkan mereka juga tidak dapat dana bantuan sosial pandemi covid-19. Penetapan kawasan Konservasi Taman Nasional Tesso Nilo dari awal sudah bermasalah. Hutan perawan di kawasan Konservasi Taman Nasional Tesso Nilo ini di era Orde Baru sudah dijarah kroninya menjadi ladang uang bagi perusahaan – perusahan Hak Pengusahaan Hutan (red: HPH) multi nasional dan internasional seperti PT Dwi Marta, PT Nanjak Makmur. Setelah hutan perawan itu dihabisi, berdatanganlah pihak – pihak untuk membuat perkebunan. Perusahaan – perusahaan multi nasional dan internasional yang datang seperti RAPP kebun mereka mendapatkan karpet merah berupa surat tanah legal, tapi ribuan masyarakat PETANI yang hidup di negeri agraris Indonesia yang membuka kebun dengan modal mandiri, berdikari dan gotong royong tanpa dibantu biaya pemerintah sampai sekarang tidak mendapat legalisasi tanah justru diklaim sebagai penghuni ilegal, karena tanah perkebunan PETANI dengan sangat penuh kontraversial dimasukkan sebagai kawasan Konservasi Taman Nasional Tesso Nilo, namun tanah – tanah perusahaan – perusahaan tersebut tidak dimasukkan sebagai kawasan Konservasi Taman Nasional Tesso Nilo. Banyak sekali program – program dilakukan dan biaya yang sudah dikeluarkan termasuk hutan kemitraan untuk Kawasan kontraversial Konservasi Taman Nasional Tesso Nilo ini, tapi faktanya di lapangan sama – sama kita ketahui penjarahan itu semakin merajalela. Mengapa perambahan yang baru ini terus berlanjut? Sudah dipastikan ada yang tidak beres disini.” kata Sahat Mangapul Hutabarat Kepala Laboratorium Kedaulatan Pangan & Agribisnis Kemasyarakatan (Lab. KPAK) Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (PETANI) Unit Riau kepada tim petani.id pada saat Hari Lahir PETANI ke 26 dan perayaan Hari Tani Nasional (Kabupaten Palalawan – Provinsi Riau, 24/09/2020).
Kepala Lab. KPAK PETANI Unit Riau Sahat Mangapul Hutabarat menjelaskan, bahwa patut dibedakan antara masyarakat PETANI yang kehidupan sehari – harinya bergantung dan menetap di daerah Toro dan Doli ini yang hanya mengelola kebun dengan rata – rata luasan 5 hektar. Dengan pemilik lahan bukaan baru beberapa tahun belakangan ini, daerah bukaaan lahan baru ini dimiliki oleh orang yang tidak menetap dilahan, dimana kepemilikan puluhan hektar bahkan ratusan hektar yang konon Menteri KLHK sudah mendapatkan data siapa pemilik lahan – lahan luas daerah bukaaan baru ini. Perkebunan masyarakat PETANI di Dusun Toro sudah ada sebelum penetapan Kawasan Kontraversial Konservasi Taman Nasional Tesso Nilo tahap pertama yaitu Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan (No.SK.225/Menhut-II/2004) tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan Produksi Terbatas di Kelompok Kawasan Hutan Tesso Nilo yang terletak Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau seluas 38.576 hektar. Kontraversial lainnya menurut data lapangan yang disampaikan masyarakat PETANI Toro pada saat penetapan ini juga tidak ada sosialisasi dan tidak dibuat nya batas hutan yang jelas.
“Pertama; Apakah ada lahan, kesanggupan dan dana pemerintah untuk memindahkan secara layak dan manusiawi 5000 KK masyarakat PETANI di Dusun Toro dan Doli yang sudah bisa hidup dan menetap tanpa bantuan pemerintah? Kedua; Putihkan saja lahan masyarakat PETANI di Toro dan Doli agar tidak ada penambahan kemiskinan baru. Toh masyarakat PETANI juga masyarakat Indonesia sendiri, sedangkan di depan mata telanjang masyarakat PETANI Toro dan Doli, ribuan hektar tanah korporasi seperti RAPP dilegalkan. Jika masyarakat PETANI ini diusir paksa dengan kekerasan pasti menimbulkan masalah dan masalah yang tidak berkesudahan, karena penetapan kawasan Konservasi TNTN ini dari awal sudah bermasalah. Ketiga; Lahan – lahan bukaan baru yang dikuasai oleh pemilik – pemilik lahan diatas puluhan hektar di luar Dusun Toro dan Doli diambil alih oleh pemerintah dan diserahkan pengelolaan penanaman hutan barunya dengan pola kemitraan saling menguntungkan dengan masyarakat PETANI Toro dan Doli. Tentu saja harus dievaluasi mengapa pola kemitraan kehutanan yang pernah dilakukan di daerah Doli bisa gagal, terbukti tidak ada terlihat areal tanaman hutan baru, bahkan perambahan hutan yang ada makin dijarah.” jelas Kepala Lab. KPAK PETANI Unit Riau Sahat Mangapul Hutabarat.
Kepala Lab. KPAK PETANI Unit Riau Sahat Mangapul Hutabarat menambahkan, bahwa Kelompok PETANI Hutan Mulya Abadi yang sekretariatnya di kampung Toro Palembangan, Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kec Ukui, Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau telah tergabung dalam Lab. KPAK PETANI Unit Riau ini pada tahap pertama sudah membibitkan tanaman hutan sekitar 500 bibit di polibag dengan jenis tanamannya seperti jengkol, alpokat, pinang, cempedak, jeruk, kemiri, mangga, kuini, jambu biji dan nangka. Kelompok PETANI Hutan Mulya Abadi membuat bahan media tanam seperti tanah, sekam padi / sekam kayu, cincangan halus daun – daun rumput hijau yang semuanya berdasarkan bahan – bahan lokal alami yang ada dan mudah didapat di lingkungan produksi yang kemudian bahan – bahan tersebut di kocor dengan pestisida nabati, trichoderma, michoriza dan mikroba pengurai yang kemudian di fermentasi beberapa hari. Sebelum bibit tanaman dimasukan ke dalam polibag, anggota PETANI melakukan cara merendam bibit tanaman dengan perangsang akar yang dibuat sendiri tersebut 5 sampai dengan 10 menit kemudian direndam dengan mikroba 5 sampai dengan 10 menit, dan itu dilakukan secara mandiri, berdikari dan berkearifan lokal dengan GOTONG ROYONG.
“Kami (red : Kelompok PETANI Hutan Mulya Abadi) bergabung di bawah binaan Lab. KPAK PETANI Unit Riau yang sudah berbadan hukum. Kami sadar untuk memulihkan kondisi kawasan konservasi taman nasional Tesso Nilo perlu partisipasi dan kerjasama semua pihak termasuk kami para PETANI agar mau budidaya di luar tanaman sawit. Tentu saja dalam membangun kemitraan ke depan dengan pihak pemerintah (red: khususnya BBKSDA) kami perlu perjanjian kemitraan yang sama – sama menguntungkan agar amanat Undang – undang bahwa hutan untuk kesejahteraan masyarakat bisa sama – sama terwujud. Birokrasi perjanjian kemitraan, nanti akan dibantu pengurusannya oleh para pimpinan organisasi PETANI kami.” terang Abdul Keman Ketua Kelompok PETANI Hutan Mulya Abadi – Lab. KPAK PETANI Unit Riau.
Sementara itu, Bunyamin Sekretaris Kelompok PETANI Hutan Mulya Abadi mengatakan bahwa Kelompok PETANI Hutan Mulya Abadi siap bermitra dengan BBKSDA untuk membangun Perhutanan Sosial di kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo. Kelompok PETANI Hutan Mulya Abadi memegang dan mengikuti ucapan Presiden Joko Widodo bahwa Hutan di era pemerintahannya diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat. Selain itu, Mulyanto salah seorang anggota Kelompok PETANI Hutan Mulya Abadi menambahkan untuk di hilir dengan binaan dan bimbingan Kepala Lab. KPAK PETANI Unit Riau, Pengurus dan Anggota Kelompok PETANI Hutan Mulya Abadi menjadi sudah mandiri dan membuat sendiri mikroba pengurai, pupuk hayati cair ataupun padat untuk fase pertumbuhan dan fase pembuahan, kompos, trichoderma, michoriza dan sebagainya, juga bagaimana Kelompok PETANI Hutan Mulya Abadi siap memasarkan produksi olehan kripik pisang, kripik jengkol, kripik jahe dan minuman olahan tanaman jeruk asal Dusun Toro Jaya.
“Kaum muda bertani dan bangga jadi PETANI yang juga para siswa SMK Pertanian Dusun Toro saat ini sedang persiapan lahan menggunakan traktor dan memberikan treatment pengomposan lahan dengan janjangan kosong. Lantas bagaimana nasib 5000 KK masyarakat PETANI di Dusun Toro dan Doli serta kondisi kawasan Konservasi Taman Nasional Tesso Nilo? Semoga ada jalan keluar terbaik yang manusiawi dan evaluasi program program gagal yang sudah dilakukan bahkan usut tuntas siapapun yang terlibat dalam korupsi pengelolaan di kawasan Konservasi TNTN. Kami berharap tegakkanlah reforma agraria sejati yang berpihak pada masyarakat PETANI bukan pada korporasi agar ekosistem dan hutan bisa tetap terjaga dan meluas serta bermanfaat untuk masyarakat PETANI juga merupakan rakyat Indonesia yang hidup dan menetap di Dusun Toro dan Doli serta sekitarnya.” tutup Kepala Lab. KPAK PETANI Unit Riau Sahat Mangapul Hutabarat.
• Liputan / Laporan : Laboratorium Kedaulatan Pangan & Agribisnis Kerakyaran PETANI Unit Riau.
• Redaksi : Departemen Propaganda – Dewan Pimpinan Nasional PETANI.
• Editor : Bidang Propaganda & Jaringan – Dewan Pimpinan Nasional