Berita PetaniTata Niaga Minyak Goreng Dalam Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Tata Niaga Minyak Goreng Dalam Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

petani.id – (#SDMPetaniUnggul – Artikel – Kalaedoskop dan Catatan Akhir Tahun 2022 – Jakarta, 30/12/2022). Sekedar Ingin Curhat…! Awal tahun 2022 ketika bangsa – bangsa di dunia umumnya dan khususnya di Indonesia, masyarakat masih diterpa ancaman Covid 19, menyusul krisis di Ukraina yang berdampak terjadi gangguan keseimbangan ekonomi, politik, sosial, budaya , pertahanan dan keamanan. Kebutuhan energi dan konsumsi mengalami krisis di negara – negara yang terdampak langsung atau tidak langsung akibat atau ekses dari krisis Ukraina. Terutama negara Eropa dan Amerika yang tergabung dalam NATO dan negara lain yang tidak terlibat langsung yang merupakan negara berkembang yang tergantung dalam berbagai aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan dan keamanan yang tergabung dalam negara – negara dunia ketiga. Dampak yang tidak bisa terelakan adalah dalam sektor ekonomi terutama energi dan pangan atau konsumsi. Terlebih – lebih terjadi dampak kenaikan harga – harga bahan baku energi baik minyak mentah, batubara dan minyak goreng (Crude Palm Oil / CPO) yang merupakan bahan baku nabati dan bahan utama konsumsi dunia mengalami kelangkaan dan lonjakan begitu tajam.

Dalam hal ini yang menjadi topik pembicaraan dalam tulisan ini adalah dampak krisis ekonomi dunia yang berdampak pada lonjakan harga minyak goreng (CPO) yang memunculkan tindakan spekulasi dari para pemain besar pasar dunia CPO dan pasar dalam negeri Indonesia. Lonjakan harga minyak goreng (CPO) di Indonesia berdampak secara nasional baik secara ekonomi dan politik akibat praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Aspek hukum dalam Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Undang – undang (UU) Nomor : 5 Tahun 1999 mengatur tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan di kuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Beberapa perjanjian dan kegiatan yang dilarang dalam UU Nomor : 5 Tahun 1999 adalah :

A. Perjanjian Yang Dilarang.

1. Oligopoli : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha untuk secara langsung bersama – sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha patut di duga atau dianggap secara bersama – sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa apabila 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok usaha menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

2. Penentuan Harga : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian harga dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau dibayar oleh pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi suatu perjanjian yang dibuat dalam usaha patungan atau didasarkan undang – undang yang berlaku. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dubayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimannya dengan harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

3. Wilayah Pembagian : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinnya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

4. Pemboikotan : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha – usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga pelaku usaha tersebut : a.) Diduga akan merugikan usaha lain., b.) Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang atau jasa dari pasar bersangkutan.

5. Kartel : Pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.

6. Trust : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing – masing perusahaan atau perseroan anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi atau pemasarannya atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

7. Oligopsoni : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara secara bersama – sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama – sama menguasai pembelian dan penerimaan pasokan sebagaimana pelaku usaha 2 atau 3 kelompok menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

8. Integrasi Vertikal : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan yang berkelanjutan baik dalam satu rangkaian produksi langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

9. Perjanjian Tertutup : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak lain yang barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok barang dan atau jasa tersebut pada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok. : a.) harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok., b.) tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

10. Perjanjian Dengan Pihal Luar Negeri : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

B. Kegiatan Yang Dilarang.

1. Monopoli : Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek persaingan usaha yang tidal sehat. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau jasa sebagaimana dimaksut apabila : a.) barang atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya., b.) mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama., c.) satu pelaku usaha atau satu kelompok usaha menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

2. Monopsoni : Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersamgkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud apabila satu pelaku usaha menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

3. Penguasaan Pasar : Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan baik sendiro maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa : a.) Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan usaha yang sama pada pasar bersangkutan., b.) Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu., c.) Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan., d.) Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu. Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

4. Persekongkolan : Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang di klasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pelaku usaha lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

5. Posisi Dominan : Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk : a.) menetapkan syarat – syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas., b.) membatasi pasar dan pengembangan teknologi., c.) menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagai dimaksud dia atas apabila : a.) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50 persen atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu., b.) dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75 persen atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

6. Jabatan Rangkap : Seseorang yang memiliki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau kimisaris pada perusahaan lain apabila perusahaan tersebut : a.) berada dalam pasar bersangkutan yang sama., b.) memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha., c.) secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

7. Pemilikan Saham : Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatab usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila pemilikan tersebut mengakibatkan : a.) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar sejenis barang atau jasa tertentu., b.) dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

8. Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan : Pelaku Usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan di atur dalam Peraturan Pemerintah. Penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam penggabungan , peleburan dam pengambilalihan yang berakibat nilai aset dan nilai penjualan melebihi jumlah tertentu wajib memberitahukan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) selambat – lambatnya 30 hari sejak penggabungan, peleburan dan pengambilalihan tersebut. Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud diatas diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Kaidah – Kaidah Ekomoni Mikro Sebuah pendekatan Teori

A. Struktur Pasar

1. Pasar Persaingan Sempurna : Dalam teori ada dua kondisi ekstrim posisi perusahaan dalam pasar. Ekstrim pertama perusahaan berada dalam pasar persaingan dimana jumlah perusahaan begitu banyak dan tidak ada perusahaan yang mempengaruhi harga pasar. Perusahaan hanya dapat melakukan penyesuaian jumlah output agar mencapai laba maksimal. Ektrim kedua hanya ada satu perusahaan produsen/monopoli. Dalam hal ini perusahaan mampu mempengaruhi harga dan jumlah output di pasar. Namun kondisi ektrim tersebut jarang terjadi, umumnya terjadi kondisi peralihan antara persaingan sempurna dan monopoli.Kondisi yang memungkinkan adalah pasar persaingan monopolistik dan pasar oligopoli. Dalam pasar persaingan sempurna memerlukan beberapa karakteristik berupa : 1.) Banyak pembeli dab banyak penjual., 2.) Produk homogen., 3.) Bebas keluar masuk., 4.) Informasi sempurna.
Perusahaan menjual barang dengan harga pasar sehingga perusahaan harus menyesuaikan jumlah output.

2. Pasar Monopoli : Suatu industri berstruktur monopoli bila hanya ada satu prodesen atau penjual tanpa pesaing langsung atau tidak langsung baik nyata maupun potensial. Output yang dihasilkan tidak memiliki substitusi, perusahaan tidak memiliki pesaing karena ada hambatan masuk di kelompok pada barang bersangkutan. Disebabkan adanya hambatan teknis dan hambatan legalitas. Pasar monopoli memiliki karakteristik : 1.) Satu perusahaan atau penjual., 2.) Tidak memiliki subsitusi barang atau jasa., 3.) Tidak dimungkinkan pesaing baru., 4.) Menentukan dan menguasai harga pasar., 5.) Tidak perlu promosi.
Karakterristik di tersebut menunjukkan sebab hambatan teknis dan legalitas terjadinya kesulitan masuk dalam pasar monopoli.

3. Pasar Persaingan Monopolistik : Struktur pasar monopolistik memiliki kedekatan karakteristik dengan pasar persaingan sempurna.

4. Pasar Oligopoli : Teori oligopoli memiliki sejarah cukup panjang, istilah oligopoli pertama kali digunakan oleh Sir Thomas More dalam karyanya di tahun 1916 yaitu “Utopia” yang menerangkan bahwa harga tidak harus berada pada tingkat kompetisi ketika di pasar ada lebih dari satu perusahaan. Istilah Oligopoli diformalkan oleh Augustin Cournote pada tahuj 1838 kemudian 50 tahun kemudian Bertrand membantah teori itu. Karakteristik oligopoli adalah terdapat banyak penjual dan saling ketergantungan.

B. Kebijakan Persaingan

1. Efisiensi Ekonomi : Struktur pasar yang ideal adalah struktur pasar persaingan sempurna karena kinerja pasar akan optimal. Efisiensi yang dihasilkan adalah efisiensi alokatif dan efisiensi produktif. Efisiensi alokatif adalah suatu kondisi dimana alokasi sumber daya telah sesuai dengan peruntukannya dimana terjadi kondisi bahwa harga sama dengan marjin biaya . Efisiensi produktif adalah kondisi dimana perusahaan memproduksi barang dan jasa dengan biaya paling rendah atau efisien dimana tingkat produksi berada pada biaya rata – rata per unit yang paling rendah. Dengan terjadinya efisiensi alokasi dan efisiensi produksi maka kesejahteraan pasar akan optimal. Kesejahteraan pasar diukur dengan keuntungan yang diperoleh konsumen atau surplus konsumen.
Surplus konsumen adalah selisih antara harga maksimum yang dibayar oleh konsumen dengan harga riil.

2. Kebijakan Intervensi Pemerintah : Apabila terjadi ketidak sempurnaan struktur pasar akibat monopoli akan terjadi inefisiensi. Terjadi pengurangan surplus konsumen akibat surplus yang di ambil produsen. Namun tidak terjadi semua surplus konsumen berkurang karena diambil oleh produsen, hal ini kerugian harus di tanggung perekonomian. Kerugian perekonomian akibat monopoli disebut Dead Weight Loss yang menunjukkan penurunan kesejahteraan di pasar sehingga pasar tidak efisien yang harus di tanggung pemerintah sebagai biaya sosial. Terjadinnya inefisiensi atau kegagalan pasar selain dari bentuk pasar yang tidak sempurna juga karena faktor eksternal, barang publik dan dan informasi yang tidak seimbang. Ketika terjadi kegagalan pasar maka muncul rasionalitas akan perlunya intervensi pihak pemerintah yang turun tangan untuk mengintervensi kegagalan pasar. Dengan harapan intervensi pemerintah dapat mengarahkan pasar menjadi lebih baik dan efisien secara ekonomi. Kebijakan persaingan merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah di pasar selaij detegulasi ekonomi. Perbedaannya terletak pada subyek yang dituju dimana regulasi ekonomi mengintervensi secara langsung keputusan perusahaan tentang penetapan harga dan kuota produksi. Kebijakan persaingan merupakan kebijakan tidak langsung karena yang dituju adalah perilaku perusahaan. Kebijakan persaingan bertujuan mekindungi konsumen dan meningkatkan kesejahteraan konsumen. Secara umum kebijakan persaingan terdiri dari dha elemen yaitu : 1.) Hukum persaingan usaha., 2.) Advokasi persaingan.

Advokasi persaingan merupakan bagian penting kebijakan persaingan ekonomi yang implementasinya banyak di praktekkan di negara berkembang. yang membutuhkan pemahaman semua pihak terutama pemerintah. Penegakan hukum persaingan usaha dan advokasi tidak akan tercapai tujuan kebijakan secara instan dan membutuhkan proses jangka panjang bahkan bertahun tahun. Oleh karena itu kebijakan persaingan tidak hanya dapat dilihat hanya dari final outcome melainkan perubahan kecenderungan pelaku pasar juga yang merupakan bagian dari prose.

Implikasi Kebijakan Pemerintah Baik Mikro dan Makro Ekonomi Menghadapi Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Tata Niaga Minyak Goreng

1. Kebijakan Subsidi Konversi Kenaikan Harga Minyak Goreng : Kebijakan presiden tentang subsidi minyak goreng bagi kaum miskin merupakan tindakan yang didasari kebijakan intervensi pemerintah, karena diharapkan dengan adanya subsidi akan mengurangi tekanan pergeseran permintaan karena kenaikan harga minyak goreng akibat kelangkaan pasokan minyak goreng karena penawaran minyak goreng menurun karena bergeser ke kiri dan terjadi ekses supplay yang merugikan pihak konsumen agar konsumen memiliki daya beli. Namun kebijakan ini hanya menurunkan dampak kerugian ekonomi akibat kenaikan harga minyak goreng tapi tidak menyelesaikan pokok persoalan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

2. Kebijakan Larangan Ekspor Minyak goreng : Kebijakan larangan ekpor minyak goreng oleh presiden bukan karena tanpa alasan dan dasar hukum. Berdasarkan Pasal 16 dalam UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Kebijakan ini dilakukan agar penawaran minyak goreng dalam negeri tidak mengalami gangguan pasokan dalam negeri agar harga minyak goreng tidak melambung tinggi dan bisa di tekan agar tidak mengganggu dan merugikan konsumen dan perekonomian negara.

3. Penegakan Hukum Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat : Dalam penegakan hukum praktek monopoli persaingan usaha pemerintah membentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang bertugas meliputi : a.) Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat., b.) Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat., c.) Melakukan penilaian terhadap ada tidaknya penyalah gunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat., d.) Mengambil tindakan sesuai wewenang KPPU., e.) Memberi saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat., f.) Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat., g.) Memberi laporan berkala atas hasil komisi berkala kepada Presiden dan DPR.

Komisi berwenang menjatuhkan sanksi administrasi kepasa pelaku usaha yang melanggar UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan menetapkan pembayaran ganti rugi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam bentuk pelanggaran yang diatur dalam UU Nomor 5 tahun 1999 paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 dan memutuskan pelanggaran terhadap Pasal 41 UU Nomor 5 tahun 1999 dipidana kurungan paling lama 1 tahun sebagai pengganti pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00

Akhir Kata
Kebijakan yang dilakukan Presiden dalam menghadapi kegagalan pasar dan terjadinya praktek monopoli dan persaingan tidak sehat mengacu pada UU Nomor 5 tahun 1999. Namun kebijakan ini juga memiki dampak dalam jangka panjang bukan jangka pendek dan unuk jangka panjang kedepan pemerintah lebih tegas dalam mengawasi pelanggaran praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dengan berbagai tindakan tegas yang memperkuat posisi KPPU yang merupakan lembaga Quasi Yudisial dengan peraturan perundangan yang memberi kewenangan dalam melakukan tindakan tegas terhadap praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

-. Sumber :
1. Undang – undang Nomor 5 Tahun 1999.
2. Buku Teks Hukum Persaingan Usaha ediai Kesatu dan Kedua.

-. Penulis : Dumadi Tri Restiyanto, S.E., M.Si. – Ketua DPW PETANI Jawa Tengah dan Executive Vice President (EVP) / Wakil Direktur Eksekutif Unit Bisnis Strategis (UBS) petani.id Jawa Tengah.

-. Editor : Bidang Propaganda & Jaringan – Dewan Pimpinan Nasional PETANI.

spot_img

Surat Keputusan Nomor: 017/CEO/SK/PETANI.ID/XII/2024

petani.id - (#SDMPetaniUnggul - Jakarta, 01/01/2025). Surat Keputusan Nomor:...

INFO LOWONGAN KERJA

petani.id - (#SDMPetaniUnggul - Info Lowongan Kerja - Jakarta,...

Terima Kasih Dewan Ketahanan Nasional, Selamat Bertugas dan Sukses Dewan Pertahanan Nasional

petani.id – ( #SDMPetaniUnggul – Editorial – Jakarta, 24/12/2024)....

PERTANIAN ZERO INPUT

petani.id - (#SDMPetaniUnggul - Liputan - Jakarta, 09/12/2024). Dalam...

Kolaborasi KemenUMKM, Petani Kabupaten Bogor Gelar Pelatihan Vokasi Pengembangan SDM Sektor Kuliner

petani.id - (#SDMPetaniUnggul - Bogor, 02/12/2024). Dewan Pimpinan Cabang...

Kawal Makan Bergizi Gratis, PETANI: Ingat Pencanangan Misi Gerakan Nasional Konsumsi Pangan Sehat!

petani.id - (#SDMPetaniUnggul - Liputan - Jakarta, 15/10/2024). Dewan...

Impor 1 Juta Ekor Sapi? PETANI: Ingat Manifesto Kampanye Nasional GERAKAN SUSU UNTUK ANAK INDONESIA SEHAT DAN CERDAS!

petani.id - (#SDMPetaniUnggul - Liputan - Jakarta, 12/10/2024). Dewan...
spot_img
WhatsApp chat