petani.id – (#SDMPetaniUnggul – Sleman, 08/10/2019). Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (Petani) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Yogyakarta menilai Undang – Undang (UU) Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (SBPB), yang telah diketok palu dan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) pada bulan September 2019, menjadi preseden buruk bagi Petani dan pertanian di Indonesia.
“UU ini memiliki judul yang sangat baik, namun jika kita cermati dari pasal ke pasal, tidak ada satu pun yang berpihak kepada Petani. Mengapa demikian? UU ini seolah – olah memberikan perlindungan kepada Petani, namun sejatinya telah merenggut hak-hak Petani untuk sejahtera, mandiri dan mewujudkan kedaulatan pangan.” kata Sri Astuti salah satu pengurus DPW Petani DIY yang turut hadir dalam acara diskusi Koalisi Masyarakat Sipil Yogyakarta tentang UU SBPB di Sanggar Maos Tradisi, Kabupaten Sleman, DIY (Selasa, 08/10/2019).
Sri juga menambahkan bahwa nasi telah menjadi bubur, harus ada pilihan cerdas dalam menyikapi RUU yang telah menjadi UU. Ada beberapa pilihan untuk melakukan perlawanan yaitu perlawanan secara formal untuk menolak UU SBPB berupa Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK), penerbitan Perppu oleh Presiden dan pengesahan RUU yang lebih berpihak kepada Petani. Selain perlawanan secara formal, memang harus dilakukan pula langkah – langkah non formal, agar kelompok yang pada awalnya hanya kelompok kecil menjadi kelompok yang lebih besar sehingga kekuatannya pun akan lebih besar pula.
“Kemandirian Petani Pemulia Tanaman telah direnggut dengan adanya kewajiban melaporkan kepada pihak terkait dan pendistribusian hasil pemuliaannya pun sangat dibatasi pada satu kelompok saja. Perdebatan yang menarik, siapakah / apakah yang dimaksud dengan satu kelompok? Bagaimana dengan kelompok / organisasi yang memiliki jaringan nasional, apakah masih dalam definisi satu kelompok? Ambigu, jika definisi ini pun tidak jelas, akan menjadi permasalahan tersendiri ke depannya. Sangat rentan dengan kriminalisasi terhadap Petani Pemulia Tanaman.
Selain itu, kesejahteraan dan kemandirian Petani juga tercerabut dengan kemungkinan masuknya benih rekayasa genetik yang dapat merusak lingkungan, kesehatan dan keanekaragaman hayati. Benih ini juga menciptakan ketergantungan Petani atas benih pabrikan. Budaya instan yang secara tidak langsung merusak kemampuan Petani untuk memuliakan tanaman yang sesuai dengan lingkungannya. Sungguh ironis.” jelas Ketua DPW Petani DIY Anggit Bimanyu saat dikonfirmasi.
Ketua DPW Petani DIY Anggit Bimanyu juga menjelaskan bahwa DPW Petani DIY yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Yogyakarta sangat mendukung upaya konstitusional untuk mengajukan Judicial Review dan mendesak DPR segera mengesahkan Rancangan Undang – Undang (RUU) Kedaulatan Pangan yang lebih berpihak kepada Petani. Selain itu, DPW Petani DIY juga akan melakukan hal – hal yang dianggap perlu untuk mendukung gerakan penolakan terhadap UU SBPB ini, agar mendapatkan perhatian yang lebih, dari berbagai kalangan / lapisan masyarakat.
-. Laporan / Liputan: Biro Propaganda & Jaringan – DPW Petani DIY.
-. Redaksi: Departemen Propaganda – Dewan Pimpinan Nasional Petani.
-. Editor: Bidang Propaganda & Jaringan – Dewan Pimpinan Nasional Petani.