petani.id – (#SDMPetaniUnggul – Artikel – Jakarta, 18/04/2020). Sejak Pemerintah Republik Indonesia (RI) mengumumkan kasus positif Virus Corona pertama terjadi di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 pada 2 orang pasien, jumlah orang di Indonesia yang terpapar Virus Corona menurut data dari World Health Organization (WHO) mengalami kenaikan yang signifikan. Posisi pada tanggal 18 April 2020 jam 07.00 GMT+7, di Indonesia jumlah orang yang terpapar Virus Corona sejumlah 6.248 orang, jumlah yang sembuh 631 orang dan yang meninggal 535 orang. Sedangkan di seluruh dunia, jumlah negara atau kawasan yang terpapar Virus Corona sejumlah 213, kasus terkonfirmasi 2.121.675 orang dan jumlah kematian 142.299 orang. Kenaikan jumlah orang yang diklaim positif Virus Corona di Indonesia jumlahnya sangat tinggi hanya dalam waktu satu setengah bulan. Apa dan bagaimana penanganan Virus Corona di Indonesia?
Kenapa Hasil Detail Pemeriksaan Laboratorium Tidak Diinformasikan ke Pasien dan Keluarga ?
Hingga saat ini sudah adakah hasil laboratorium yang diberikan kepada orang atau pasien yang dinyatakan negatif atau positif mengidap Virus Corona? Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2018 (PMK No 4/2018) tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien, Pasal 2 PMK No 4/2018 menyatakan bahwa setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban antara lain:
• Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
• Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
• Menyelenggarakan rekam medis;
• Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien.
Pasal 17 PMK No 4/2018 menyatakan bahwa setiap Pasien mempunyai hak antara lain:
• Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
• Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data medisnya;
• Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
Informasi mengenai kondisi pasien apakah negatif atau positif mengidap Virus Corona hanya diinformasikan Rumah Sakit dalam bentuk hasil final. Tidak dalam bentuk hasil detail pemeriksaan laboratorium seperti halnya pada pemeriksaan penyakit lain contohnya Diabetes Mellitus (DM). Seorang pasien DM akan menerima hasil laboratorium pengecekan gula darah yang memuat informasi kadar gula yang terkandung pada darahnya dan informasi tentang kadar gula normal yang menjadi rujukan apakah bahwa pasien tersebut mengidap penyakit DM. Seharusnya pasien yang diindikasikan mengidap positif Virus Corona menerima hasil laboratorium yang memuat informasi sama tidaknya susunan ribonucleic acid (RNA / asam ribonukleat) yang terkandung pada sampel lendir saluran napasnya dengan susunan RNA virus SARS-CoV-2. Ada apa dan kenapa hasil detail pemeriksaan laboratorium tidak diinformasikan ke pasien dan keluarga ?
Sudah Bisakah Rumah Sakit Rujukan Melakukan Tes PCR?
Informasi yang didapat dari Kepala Bagian (KaBag) Hukum dan Hubungan Masyarakat (Humas) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Banu Hermawan, RSUP Dr Sardjito yang menjadi salah satu rumah sakit rujukan pasien Corona bahwa hasil tes swab pasien kasus Corona dinyatakan positif atau negatif baru diterima pihak rumah sakit hanya hasil akhir saja setelah satu minggu tes untuk satu orang dan untuk satu pasien bisa dilakukan tes swab lebih dari satu kali. Dalam setiap kali melakukan tes swab pada pasien RSUP Dr Sardjito, spesimen tersebut kemudian dikirim ke Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta salah satu Unit Pelayanan Teknis (UPT) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Pihak RSUP Dr Sardjito tidak bisa memastikan berapa lama hasil swab bisa keluar setiap kali dilakukan tes, karena yang melakukan pemeriksaan laboratorium adalah BBTKLPP. Hasil tes dikirim dari BBTKLPP ke Dinas Kesehatan, tembusan dikirim ke RSUP Dr Sardjito dalam bentuk informasi hasil final (positif atau negatif). Jika pasien yang masuk dalam kategori pasien dalam pengawasan (PDP) itu meninggal, pihak RSUP Dr Sardjito akan melaporkan hal tersebut ke Dinas Kesehatan. Meski hasil tes swab belum keluar RSUP Dr Sardjito melakukan proses pemakaman PDP dilakukan sesuai protokol Corona. Jika dari hasil swab itu dinyatakan positif, Dinas Kesehatan akan melakukan surveillance(pemantauan) untuk melokalisir kasus. Lamanya hasil tes swab keluar juga mempengaruhi treatment yang diberikan pihak RSUP Dr Sardjito terhadap pasien. Selain itu, pengaruhnya juga terkait keterbatasan kamar. KaBag Hukum dan Humas RSUP Dr. Sardjito DIY Banu Hermawan ini juga menjelaskan jika hasil swab bisa cepat keluar, maka akan mempermudah dalam mobilisasi pasien. Bahkan jika diketahui hasilnya lebih cepat, pasien bisa segera dipulangkan. Dan juga berharap agar pemerintah memperbolehkan RSUP Dr Sardjito untuk melakukan pemeriksaan swab secara mandiri karena secara kemampuan sumber daya manusia di RSUP Dr Sardjito sangat mampu. Hal itu untuk mempercepat proses pemeriksaan laboratorium sehingga hasilnya bisa segera diketahui.
Untuk mendeteksi Virus Corona pada pasien di Indonesia, pemerintah menggunakan dua metode, yakni rapid tes dan tes swab (swab tenggorokan). Keduanya adalah pemeriksaan yang berbeda. Rapid tes corona hanya bisa digunakan sebagai penyaringan awal. Namun, untuk mendiagnosis seseorang terinfeksi Virus Corona atau tidak, hasil pemeriksaan swab dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) yang digunakan. Ada perbedaan rapid tes dan pemeriksaan swab tenggorokan. Pada rapid tes jenis sampel yang diambil di Indonesia, dilakukan dengan menggunakan sampel darah. Sedangkan pemeriksaan swab menggunakan sampel lendir yang diambil dari dalam hidung maupun tenggorokan. Pemeriksaan swab adalah pengecekan usapan lendir saluran napas yang diperiksa di laboratorium.
Cara kerja rapid tes memeriksa virus menggunakan antibodi Immunoglobulin G (IgG) dan Immunoglobulin M (IgM) yang ada di dalam darah. Antibodi itu terbentuk di tubuh saat kita mengalami infeksi virus. Jadi, jika di tubuh terjadi infeksi virus, maka jumlah IgG dan IgM di tubuh akan bertambah. Hasil rapid tes dapat memperlihatkan adanya IgG atau IgM dalam darah. Jika ada, maka hasil rapid tes dinyatakan positif ada infeksi. Namun, hasil tersebut bukanlah diagnosis yang menggambarkan infeksi Virus Corona. Orang dengan hasil rapid tes positif akan dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan, yaitu pemeriksaan swab tenggorokan atau hidung. Pemeriksaan ini dinilai lebih akurat, sebab Virus Corona akan menempel di bagian dalam hidung atau tenggorokan saat masuk ke tubuh. Sampel lendir yang diambil dengan metode swab nantinya akan diperiksa menggunakan metode PCR. Hasil akhir dari pemeriksaan ini, nantinya akan benar-benar memperlihatkan keberadaan virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 di tubuh seseorang.
Teknik swab pada tes swab dilakukan dengan menyapukan alat swab ke area belakang hidung untuk mendapatkan cairan atau lendir yang terdapat di area tersebut. Setelah itu, alat swab akan dimasukkan ke tabung khusus dan ditutup. Spesimen ini selanjutnya dikirim ke laboratorium untuk diperiksa menggunakan teknik PCR. Pada metode PCR, ketika sampel cairan dari saluran pernapasan bawah tiba di laboratorium, para peneliti mengesktrak asam nukleat di dalamnya. Asam nukleat tersebut mengandung genom virus yang dapat menentukan adanya infeksi atau tidak dalam tubuh. PCR intinya adalah pemeriksaan untuk mencocokkan RNA yang dipunyai Virus Corona. Dengan teknik PCR, RNA yang ada pada sampel dari swab tadi akan direplikasi atau digandakan sebanyak mungkin. RNA dari sampel tersebut akan dicocokkan dengan susunan RNA SARS-CoV-2 yang sebelumnya sudah ada. Jika cocok, maka pasien yang diambil sampel lendirnya positif terinfeksi Virus Corona. Sebaliknya, jika ternyata tidak cocok, tandanya orang tersebut negatif terinfeksi Virus Corona.
Waktu yang diperlukan rapid tes hanya membutuhkan waktu 10 – 15 menit hingga hasil keluar. Sementara itu, pemeriksaan menggunakan metode PCR membutuhkan waktu beberapa jam hingga beberapa hari untuk menunjukkan hasil. Pengambilan spesimen lendir menggunakan swab dan pemeriksaan menggunakan PCR adalah metode yang paling akurat dalam mendeteksi virus SARS-CoV-2. Namun, metode pemeriksaan ini lebih rumit dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Pemeriksaan sampel pun hanya bisa dilakukan di laboratorium dengan kelengkapan khusus. Saat ini, baru ada 48 laboratorium dengan fasilitas tersebut di Indonesia, sehingga kapasitas pemeriksaannya pun tidak terlalu besar. Akibatnya, butuh waktu beberapa hari hingga hasil tes bisa keluar. Hasil pemeriksaan dengan metode PCR menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit – Amerika Serikat (the Centers for Disease Control and Prevention / CDC – US) menyebutkan paling cepat membutuhkan waktu sekitar 20 hingga 30 menit.
Hasil pemeriksaan rapid tes maupun PCR juga bisa keluar lebih lama jika kapasitas laboratorium yang digunakan untuk memeriksa sampel sudah penuh. Sehingga, sampel yang masuk harus antri untuk bisa diperiksa. Sampel yang telah dikumpulkan akan disimpan di dalam tabung atau botol steril, dan akan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pengujian. Pengirimannya pun tidak bisa dilakukan secara sembarangan, karena suhu dari sampel spesimen harus dijaga agar tetap dingin. Menurut Badan Pangan dan Obat Amerika Sekitat (Food and Drug Administration / FDA – US), waktu pengiriman spesimen tidak boleh melebihi 72 jam. Karena jika terlalu lama virus dan materi genetik di dalam spesimen akan menurun, dan bisa menyebabkan hasil yang kurang valid.
Data dari worldometers.info menunjukkan jumlah tes corona di Indonesia termasuk dalam 15 terendah jika dibandingkan dengan negara lain di seluruh dunia, yaitu per tanggal 10 April 2020 hanya sejumlah 17.679 orang. Dari total 270 juta penduduk Indonesia, jumlah tes corona bahkan kurang dari 20.000 orang. Rasionya sangat kecil bahkan jika dibandingkan dengan Djibouti, sebuah negara kecil di bagian timur Afrika yang sudah melakukan tes corona sebanyak 3.440 kali. Padahal populasi negara tersebut kurang dari 1 juta orang.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) kini dapat memberi pelayanan rapid tes dan tes swab sebagai bantuan medis awal deteksi penyebaran Virus Corona. Pada pasien dengan hasil rapid tes negatif akan dianjurkan melakukan isolasi diri di rumah dan pada pasien dengan hasil rapid tes positif dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan metode swab. Spesimen dari tes swab di Puskesmas tersebut diserahkan ke laboratorium Penelitian Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kemenkes. Pasien akan mendapatkan informasi hasil akhir tes swab setelah ada hasil akhir dari Litbangkes.
Idealnya untuk mempercepat pemeriksaan, Kemenkes tidak hanya memberi pelayanan rapid tes dan tes swab di Puskesmas namun juga memberikan kewenangan kepada rumah sakit rujukan untuk melakukan pemeriksaan spesimen hasil swab. Pemeriksaan laboratorium dengan metode PCR sebaiknya tidak hanya dapat dilakukan oleh Litbangkes atau BBTKLPP namun juga dapat dilakukan rumah sakit rujukan Virus Corona di seluruh Indonesia.
Adakah Mafia Impor Alat Kesehatan dan Obat-obatan?
Upaya Pemerintah untuk mempercepat pemeriksaan indikasi Virus Corona dilakukan melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah mendatangkan dua alat tes PCR yaitu MangNA Pure 96 produksi Roche, Swiss untuk mendeteksi Virus Corona akhir pekan lalu. Kedua alat tersebut akan dipergunakan untuk mengekstraksi RNA secara otomatis dengan kapasitas 1000 tes per hari. Selain itu, Pemerintah juga mendatangkan 18 Lightcycler yang merupakan detektor PCR dengan kapasitas 500 tes per hari. Dengan demikian, pemerintah bisa melakukan tes sebanyak 5.000 sampai 10.000 per harinya jika seluruh alat tersebut telah terpasang. Menurut keterangan yang disampaikan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga bahwa alat – alat tersebut sudah mulai dipasang di salah satu rumah sakit di Jakarta. Rencananya, berbagai alat tes PCR tersebut juga akan dikirim ke beberapa provinsi lainnya, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua. Proses pemasangan alat-alat tes PCR membutuhkan waktu kurang lebih dua pekan. Sebab, laboratorium rumah sakit yang menjadi lokasi pemasangan alat tersebut harus memiliki ruangan dengan tekanan udara negatif. Selain itu, ada beberapa perlengkapan lain yang harus dipenuhi di laboratorium ketika alat – alat tes PCR itu dipasang. Laboratorium virus seperti ini harus disesuaikan dengan standar yang dibangun oleh Kementerian Kesehatan.
Menarik mencermati mengapa inisiatif mendatangkan alat tes PCR justru dilakukan oleh Kementerian BUMN bukan oleh Kemenkes, padahal pada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) kedudukan Menteri Kesehatan sebagai Wakil Ketua Pengarah sedangkan Menteri BUMN hanya sebagai Anggota. Apakah ini terkait dengan pernyataan Menteri BUMN yang menyayangkan 90 persen (%) alat kesehatan berasal dari impor dan pengadaan alat – alat tersebut, termasuk bahan bakunya bahkan didominasi oleh mafia?
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan sangat disayangkanIndonesia yang masih sangat bergantung dengan impor, terutama untuk bahan baku obat dan alat kesehatan. Saat kondisi pandemi Corona seperti ini, ketergantungan impor bahan baku jadi persoalan karena banyak negara juga membutuhkan bahan baku farmasi. Menteri BUMN Erick Thohir berkeinginan untukmenekan produk impor alat kesehatan, salah satunya lewat beberapa BUMN PT Len Industri (Persero), PT Dirgantara Indonesia (PTDI), PT Pindad (Persero) dan 15 tim pengembang lainnya yang berasal dari pihak swasta, universitas dan lembaga riset lain) yang bakal membuat ventilator atau alat bantu pernapasan yang sangat dibutuhkan saat Virus Corona merebak saat ini. Selain itu, pada saat ini Indonesia masih 90% impor alat kesehatan dan bahan baku obat dari luar negeri. Hal ini menjadi peluang bagi mafia – mafia alat kesehatan yang memanfaatkan momen tersebut.
Sebenarnya di bulan November 2019 Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar impor bahan baku obat bisa dihentikan karena dianggap sudah terlalu besar. Jokowi bahkan menyebut95% bahan baku obat yang ada di Indonesia masih dipasok dari luar negeri. Sebagai langkah menghentikan impor bahan baku obat, Jokowi meminta agar skema insentif bagi riset di bidang farmasi bisa diperbesar. Kepala Negara juga meminta agar ada peningkatan insentif untuk riset yang menghasilkan temuan alat kesehatan. Hasil riset tersebut nantinya bisa disambungkan ke industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri. Jokowi juga meminta agar regulasi yang menghambat investasi maupun pengembangan industri farmasi serta alat – alat kesehatan bisa dipangkas. Dengan demikian, proses perizinan di industri sektor tersebut bisa lebih sederhana. Jika hal itu dilakukan, Jokowi yakin industri farmasi bisa tumbuh dengan baik. Dan masyarakat bisa beli obat dengan harga yang lebih murah.
Bagi industri farmasi keputusan impor bukan semata-mata soal kepentingan sesaat. Namun, mereka menuding ada regulasi soal Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Regulasi ini sudah dibahas sejak dua tahun silam, namun juga belum dikeluarkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dampaknya pada perkembangan industri bahan baku yang memerlukan investor padat modal, membuat investor enggan masuk. Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Dorodjatun Sanusi mengatakan kehadiran regulasi TKDN itu penting bagi industri farmasi. Pasalnya, regulasi itu bakal mendukung upaya menekan impor bahan baku obat yang saat ini masih lebih dari 90%. Regulasi itu bakal memuat empat variabel untuk perhitungan TKDN produk farmasi. Variabelnya adalah kandungan aktif atau active ingredient, research and development (RnD), proses produksi dan kemasan atau packaging. Kemenperin melalui sejumlah variabel itu ingin mendorong industri farmasi nasional untuk mengembangkan RnD dan menghasilkan produk dengan bahan baku aktif lokal. Saat ini draf ketentuan itu masih diproses di Biro Hukum Kemenperin. Kelambatan birokrasi di Pemerintah berdampak pada realisasi impor bahan baku farmasi di lapangan.
Tepatkah Penggunaan Obat Kloroquin ?
Dalam upaya menyembuhkan pasien yang dinyatakan positif mengidap Virus Corona ditempuh Pemerintah dengan melakukan proses pengadaan obat Avigan sejumlah 2,5 juta butir dan Klorokuin sejumlah 3 juta butir. Selain itu juga dilakukan kerjasama dengan negara – negara lain terkait pengadaan obat. Pemerintah Jepang berkomitmen untuk menghibahkan obat Avigan kepada sejumlah negara prioritas, termasuk Indonesia. KBRI Tokyo juga telah memfasilitasi pembentukan kerja sama antara produsen obat Avigan Fujifilm dengan Kimia Farma, yang telah ditunjuk Kementerian BUMN untuk kerja sama pengadaan obat Avigan dari Jepang. Kerja sama antara Kementerian Luar Negeri, Perwakilan RI di India, Badan POM dan Kementerian BUMN telah menjembatani pengadaan sejumlah obat dalam kerangka Business to Business (B to B) dan memastikan pengiriman dapat dilaksanakan di tengah pembatasan pergerakan manusia dan barang, yaitu antara: Dexa Medica (Indonesia) dengan IPCA Laboratories (India) untuk Chloroquine Phospate, IMEDCO (Indonesia) dengan Srini Pharmaceuticals dan Cadilla Healthcare (India) untuk Hydrochloroquine Sulphate (HCS), Indo Farma (Indonesia) dengan Mylan Laboratories dan Hetero Labs Limited (India) untuk Oseltamivir, dan Kimia Farma (Indonesia) dengan IPCA Laboratories (India) untuk Oseltamivir. Saat ini kerja sama B to B pengadaan obat-obatan tersebut dalam tahap proses pengiriman.
Avigan merupakan obat favipiravir yang dikembangkan oleh Fujifilm Toyama Chemical. Fujifilm Toyama mengembangkan obat ini pada 2014. Obat itu awalnya digunakan untuk mengobati flu. Otoritas medis di China mengatakan mereka menguji obat antivirus favipiravir itu pada 340 pasien dan menemukan bahwa obat itu mampu mengurangi waktu pemulihan dan meningkatkan kondisi paru – paru pasien yang terinfeksi positif Virus Corona. Dokter di Jepang menggunakan obat yang sama dalam studi klinis pada pasien Virus Corona dengan gejala ringan hingga sedang sudah diberikan pada pasien positif Virus Corona di Jepang sejak Februari. Tetapi sumber kementerian kesehatan Jepang menyatakan obat itu tidak efektif pada orang dengan gejala yang lebih parah.
Sedangkan Klorokuin (chloroquine) fosfat ada dalam kelas obat yang disebut antimalaria dan amebisida, menurut MedlinePlus. Obat ini sudah digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit malaria selama sekitar 70 tahun. Itu juga digunakan untuk mengobati amebiasis atau infeksi parasit Entamoebae histolytica (E. histolytica) di usus. Namun demikian, ternyata Chloroquine belum disetujui oleh Badan Pangan dan Obat Amerika Sekitat (Food and Drug Administration / FDA – US)untuk mengobati Virus Corona. Hydroxychloroquine sulfate dan beberapa versi chloroquine phosphate disetujui FDA untuk mengobati malaria. Hydroxychloroquine sulfate juga disetujui FDA untuk mengobati lupus dan rheumatoid arthritis. Menurut Komisaris FDA Dr Stephen Hahn tidak ada terapi atau obat yang disetujui FDA untuk mengobati, menyembuhkan atau mencegah Virus Corona. Namun chloroquine memang telah disetujui untuk tujuan lain. Chloroquine masih akan diuji secara klinis dengan pasien Corona. Paling tidak untuk pasien dengan gejala ringan – sedang untuk membantu penyembuhan penyakit.
Layakkah Ulah Staf Khusus Presiden di Tengah Pandemi Corona?
Di tengah masalah – masalah dalam penanganan Virus Corona di atas, berbagai lapisan masyarakat giat mengumpulkan donasi guna membantu penanganan pandemi Virus Corona. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 pada tanggal 15 April 2020 telah menerima donasi masyarakat senilai lebih dari Rp 200 miliar yang akan disalurkan kepada masyarakat yang terdampak Virus Corona di seluruh wilayah Indonesia. Donasi tersebut belum termasuk donasi masyarakat yang langsung disalurkan ke masyarakat terdampak (tidak melalui Gugus Tugas). Di saatmaraknya aktivitas masyarakat Indonesia yang bergotong royong membantu warga yang terkena dampak pandemi Virus Corona, sangat ironis ulah yang dilakukan beberapa staf khusus (stafsus) milenial Presiden Jokowi. Stafsus milenial Presiden, Andi Taufan Garuda Putra dianggap menyalahi kewenangan lantaran mengeluarkan surat berkop Sekretariat Kabinet yang ditujukan langsung kepada camat. Surat yang bertanda tangan Andi Taufan Garuda Putra yang ditujukan kepada para camat di seluruh Indonesia berisi permohonan ke para camat agar para perangkat desa mendukung program kerjasama Edukasi COVID-19 dan Pendataan Kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) Puskesmas di area Jawa, Sulawesi dan Sumatera yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Pelaksana program tersebut adalah PT Amartha Mikro Fintek yang merupakan perusahaan teknologi finansial peer-to-peer lending yang didirikan oleh Andi Taufan Garuda Putra.
Kasus lainnya terjadi pada stafsus milenial Presiden Adamas Belva Syah Devara selaku pendiri dan CEO PT Ruang Raya Indonesia yang lebih dikenal sebagai Ruangguru, yaitu sebuah perusahaan startup teknologi asal Indonesia yang berfokus pada pendidikan. Belva menjadi sorotan publik karena Skill Academy by Ruangguru menjadi salah satu digital platform dari total 8 digital platform yang ditunjuk Pemerintah sebagai pengisi pelatihan daring program Kartu Prakerja. Peserta program Kartu Prakerja mendapat insentif total sebesar Rp 3,55 juta. Dari Rp 3,55 juta itu, rinciannya Rp 1 juta merupakan dana pelatihan. Dana inilah yang disalurkan ke penyelenggara melalui 8 digital platform tersebut. Program Kartu Prakerja Presiden Jokowi dihujani kritik oleh sejumlah pihak lantaran dinilai tidak tepat sasaran. Program ini membutuhkan anggaran sebesar Rp 20 triliun, yang Rp 5,6 triliun di antaranya diperuntukkan bagi pelatihan daring. Skema penyaluran bantuan dalam bentuk pelatihan berbasis daring untuk pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) ini dianggap salah kaprah di masa pandemi Virus Corona. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pemerintah gagal paham dalam mengambil kebijakan tersebut. Penganggur yang terkena imbas lesunya industri akibat Virus Corona bukan lagi pekerja baru yang membutuhkan pelatihan. Mereka adalah pekerja lama yang memerlukan bantuan tunai untuk bertahan hidup dan menjaga konsumsi rumah tangganya.
Dari kasus di atas, kedua stafsus milenial Presiden tersebut diindikasikan melanggar Undang Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya pada Pasal 17 yang antara lain menyatakan bahwa Badan dan / atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Wewenang serta Pasal 42 yang antara lain menyatakan bahwa Pejabat Pemerintahan yang berpotensi memiliki Konflik Kepentingan dilarang menetapkan dan / atau melakukan Keputusan dan / atau Tindakan.
Akhir kata
Berdasarkan uraian di atas, ada 2 hal penting untuk membenahi penanganan pandemi Virus Corona sebagai berikut;
• Mendesak Pemerintah RI baik Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten / Kota bersikap Transparan terkait data pasien yang dinyatakan negatif atau positif mengidap Virus Corona, dengan menyerahkan informasi detil hasil tes PCR seperti nama varian genetik (Strain Name), nama organisme virus serta taxonomy virusnya berdasar pemeriksaan laboratorium (bukan hanya hasil akhir negatif atau positif), yang itu merupakan salah satu hak pasien sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien sehingga infodemik tentang pasien yang dinyatakan positif mengidap Virus Corona dapat dipertanggungjawabkan secara medis dan meminimalkan pemberitaan yang membuat kekhawatiran di tengah masyarakat;
• Mendesak Pemerintah RI baik Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten / Kota untuk membenahi SISTEM KESEHATAN NASIONAL dan JAMINAN KESEHATAN NASIONAL yang lebih berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan segera membangun BASIS DATA KESEHATAN RAKYAT INDONESIA sebagai salah satu pondasi mewujudkan strategi energy security, food security dan health security.
Selain itu, pemerintah khususnya birokrasi kesehatan seperti Kemenkes dan Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten / Kota harus punya hati nurani dalam menangani pandemi Virus Corona karena hal ini menyangkut keselamatan jiwa rakyat Indonesia dan dampaknya telah mempengaruhi hajat hidup rakyat Indonesia. Pemerintah seharusnya bersyukur memiliki rakyat yang sangat kuat kultur gotong royongnya dan memiliki kepedulian sosial tinggi. Pemerintah seharusnya malu dengan donasi ratusan miliar rupiah yang dikumpulkan masyarakat Indonesia untuk sesesamanya yang terkena dampak pandemi Virus Corona. Sudah seharusnya realokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang direncanakan senilai Rp 62,3 triliun dari APBN benar – benar digunakan untuk penanganan pandemi Virus Corona, jangan sampai dibelokan untuk kepentingan pribadi atau golongan sehingga tidak tepat sasaran. Inilah sebuah catatan ‘Membumikan PANCASILA Dalam Negara Gotong Royong’.
Referensi:
1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Kepres Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien
4. https://www.covid19.go.id/
5. https://katadata.co.id/berita/2020/04/07/perbedaan-rapid-tes-dan-tes-swab-untuk-deteksi-covid-19
6. https://www.wartaekonomi.co.id/read281561/apa-itu-pcr-swab-tes
7. https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4940237/harus-ada-tes-swab-seperti-ini-lho-tes-corona-yang-sebenarnya
8. https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4960187/curhat-rs-rujukan-di-yogya-butuh-seminggu-untuk-dapat-hasil-tes-swab/1
9. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200407113103-20-491130/kemenkes-sebut-puskesmas-bisa-layani-tes-swab-corona
10. https://www.kompas.tv/article/75573/jumlah-tes-corona-di-indonesia-masuk-15-terendah-di-dunia
11. https://www.fda.gov/emergency-preparedness-and-response/coronavirus-disease-2019-covid-19/coronavirus-disease-2019-covid-19-frequently-asked-questions
12. https://katadata.co.id/berita/2020/04/08/bumn-datangkan-alat-pcr-dari-swiss-mampu-300-ribu-tes-corona-sebulan
13. https://kumparan.com/kumparanbisnis/erick-thohir-sebut-impor-alat-kesehatan-didominasi-mafia-1tEfRk6vfPG?utm_source=kumApp&utm_campaign=share&shareID=0ojtjh3gQvmk
14. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4979552/erick-thohir-impor-alat-kesehatan-didominasi-mafia-kita-harus-lawan
15. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4979510/erick-thohir-menyedihkan-negara-sebesar-ri-bahan-baku-obat-90-impor
16. https://katadata.co.id/berita/2019/11/21/jokowi-minta-impor-bahan-baku-obat-disetop
17. https://www.cnbcindonesia.com/news/20200417161827-4-152757/industri-farmasi-ri-doyan-impor-disentil-erick-thohir
18. https://bkti-pii.or.id/artikel-industri-bahan-baku-impor-dominan-tkdn-industri-farmasi-dipacu/
19. https://www.kompas.tv/article/72252/terbaru-jokowi-sebut-obat-covid-19-sudah-ada-pemerintah-pesan-5-juta-butir
20. https://setkab.go.id/indonesia-kerja-sama-pengadaan-obat-untuk-covid-19-dengan-jepang-dan-india/
21. https://www.cnbcindonesia.com/news/20200323090629-4-146821/ini-dia-avigan-chloroquine-awas-jangan-sembarangan-minum
22. https://katadata.co.id/berita/2020/04/02/masyarakat-ramai-donasi-untuk-corona-berapa-yang-terkumpul?utm_source=dable
23. https://politik.rmol.id/read/2020/04/14/430224/gimana-mau-beri-masukan-ke-presiden-prosedur-surat-saja-stafsus-milenial-tidak-ngerti
24. https://kumparan.com/kumparannews/gaduh-keterlibatan-ruangguru-di-kartu-prakerja-1tEjkzBb4DB
25. https://fokus.tempo.co/read/1332270/program-kartu-prakerja-di-masa-pandemi-dan-gagal-paham-pemerintah/full&view=ok
26. https://petani.id/sars-cov-2-catatan-petani-tentang-transparansi-corona-agar-rakyat-tidak-merana/
• Penulis: Satrio Damardjati, SP. – Ketua Umum Petani dan Inisiator Petani Go Digital.
• Editor: Bidang Propaganda & Jaringan – Dewan Pimpinan Nasional Petani.