petani.id – (#SDMPetaniUnggul – Jakarta, 21/03/2021). Melihat polemik impor produk pangan khususnya beras ataupun garam yang jadi issue nasional saat ini, Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (Petani) melalui Bidang Hukum, HAM dan Advokasi Kebijakan – Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Petani telah melakukan kajian dan advokasi kebijakan mengenai impor pangan khususnya produk beras ataupun garam dengan mengacu pada Undang – undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia (RI) Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) Bulog, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah / Beras dan Penyaluran Beras, PP Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perum Bulog, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016, Perpres Nomor 20 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional dan Perpres Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia serta UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi sebuah payung hukum akan pentingnya andil pemerintah dalam menjaga ketersediaan, keterjangkauan, kestabilan serta pangan yang berkualitas bagi rakyat.
Polemik impor produk pangan khususnya beras berawal dari perintah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menkoperekonomian) Airlangga Hartanto dan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi. Mendag yang berdasarkan data Badan Pusat Statitik (BPS) di mana produksi beras nasional mengalami kenaikan tipis 0,07 % (red : persen) menjadi mencapai 31,63 juta di 2020 dan diperkirakan kenaikan produksi pun berlanjut di 2021 dengan potensi produksi beras sepanjang Januari – April 2021 mencapai 14,54 juta ton, naik 3,08 juta ton atau 26,84 % (red : persen) dibandingkan produksi pada periode sama di 2020 yang sebesar 11,46 juta ton sangat meyakini bahwa kebijakan langkah impor beras 1 juta ton di 2021 untuk menjaga stok beras nasional dan menstabilkan harga serta tidak bakal menghancur harga gabah di tingkat PETANI. Sementara itu Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian (Kementan) Momon Rusmono stok beras nasional jelang bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri dalam kondisi aman seiring sebagian besar lahan padi di seluruh Indonesia memasuki masa panen raya pada Maret – April 2021 dan berdasarkan prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan pokok bahwa ketersediaan beras hingga bulan Mei 2021 diperkirakan hampir 25 juta ton, di mana stok beras hingga Desember 2020 tercatat sebanyak 7,389 juta ton, sementara itu perkiraan produksi dalam negeri mencapai 17,5 juta ton dan perkiraan kebutuhan sebanyak 12,336 juta ton. Sedangkan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum (Perum) Bulog Budi Waseso (Buwas) dalam curhatnya mengakui bahwa Perum Bulog tidak lancar menyalurkan beras saat ini, karena Perum Bulog sudah tidak lagi menjadi penyalur beras untuk program bansos beras sejahtera (rastra), sehingga Perum Bulog punya 3,1 juta ton kehilangan pasar untuk 1 tahun sampai 2,6 juta ton dan itu bermasalah sampai sekarang di mana beras eks impor tersisa hingga saat ini yang kondisinya karena sudah tiga tahun mutunya turun, beras impor yang telah berkurang kualitasnya itu berjumlah 106.642 ton. Dirut Perum Bulog juga menyampaikan per 14 Maret 2021 stok beras Bulog sebesar 883.585 ton, terdiri dari beras CBP mencapai 859.877 ton dan beras komersial sebanyak 23.708 ton sangat yakin Bulog nantinya dapat menyerap 500 ribu ton beras dari PETANI lokal saat panen raya. Dari total beras lokal yang Bulog beli itu, sebanyak 390.800 ton akan menjadi CBP, sehingga cadangan beras akan melebihi ketentuan CBP per tahun di kisaran 1 juta sampai 1,5 juta ton.
Terkait polemik impor produk pangan khusus beras, Ketua Umum Petani Satrio Damardjati menyampaikan :
1. Mengacu pada UU Nomor 11 tahun 2020 dengan jelas disebutkan bahwa sumber penyediaan pangan nasional diprioritaskan berasal dari a.) Produksi Pangan dalam negeri., b.) Cadangan Pangan Nasional dan / atau impor. Akan tetapi penyediaan Pangan tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan Petani. Dijelaskan juga dalam UU Nomor 11 tahun 2020 bahwa impor pangan itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan impor pangan pokok dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan cadangan pangan nasional. Akan tetapi impor pangan dan impor pangan pokok tersebut yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dengan memperhatikan kepentingan Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan serta para Pelaku Usaha Pangan mikro dan kecil. Dan juga Pemerintah Pusat dalam menetapkan kebijakan dan peraturan impor pangan dalam rangka keberlanjutan usaha tani untuk peningkatan kesejahteraan Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan serta Pelaku Usaha Pangan mikro dan kecil.
2. Terkait tidak lancar menyalurkan beras dan tidak lagi menjadi penyalur beras untuk program bansos beras sejahtera (rastra) Perum Bulog dalam PP Nomor 13 Tahun 2016 sudah diatur tentang penugasan untuk Perum BULOG, seperti : a.) Pengamanan harga pangan pokok beras di tingkat produsen dan konsumen., b.) Pengelolaan cadangan pangan pokok beras Pemerintah., c.) Penyediaan dan pendistribusian pangan pokok beras kepada golongan masyarakat tertentu., d.) Pelaksanaan impor beras dalam rangka pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan – undangan. Perum Bulog memiliki kewajiban memenuhi ketersediaan stok pangan guna menjaga stabilitas harga. Pemenuhan ketersediaan stok selain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan penyaluran di sisi eceran juga ditujukan untuk memenuhi penugasan stabilisasi harga di tingkat produsen dengan berfungsi sebagai buffer penyerap hasil produksi lokal saat harga jualnya bergerak di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Tujuan utamanya selain menjaga kesejahteraan Petani juga menjaga keberlangsungan produksi nasional. Upaya untuk memenuhi ketersediaan stok dilakukan dengan mengutamakan penyerapan melalui pengadaan produksi dalam negeri (DN). Namun, beberapa komoditas yang diprakirakan atau bahkan mengalami defisit pasokan akibat kurangnya produksi dalam negeri akan menimbulkan terjadi lonjakan harga jual di tengah masyarakat. Sebagai solusinya penyediaan stok dari luar negeri (LN) dapat dilakukan melalui persetujuan multi-menteri dalam forum Rapat Koordinasi Terbatas atau persetujuan Presiden / Wakil Presiden dalam Rapat Terbatas.
3. Permainan koalisi tengkulak yang menyebabkan polemik impor pangan khusus beras ini, dikarenakan tidak adanya Big Data Pangan Nasional. Pada UU Nomor 18 tentang Pangan dijelaskan tentang sistem informasi pangan mencakup pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, dan penyajian serta penyebaran data dan informasi tentang Pangan. Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban membangun, menyusun, dan mengembangkan sistem informasi Pangan yang terintegrasi. Sistem informasi sebagaimana dimaksud paling sedikit digunakan untuk : perencanaan, pemantauan dan evaluasi, stabilitas pasokan dan harga Pangan dan sistem peringatan dini terhadap masalah Pangan serta kerawanan Pangan dan Gizi. Sistem informasi Pangan sebagaimana dimaksud diselenggarakan oleh pusat data dan informasi Pangan yang diwajib melakukan pemutakhiran data dan informasi serta menyediakan data dan informasi paling sedikit mengenai : a.) Jenis produk Pangan, b.) neraca Pangan, c.) letak, luas wilayah, dan kawasan Produksi Pangan, d.) permintaan pasar, e.) peluang dan tantangan pasar, f.) produksi, g.) harga, h.) konsumsi, i.) status gizi, j.) ekspor dan impor, k.) perkiraan pasokan, l.) perkiraan musim tanam dan musim panen, m.) prakiraan iklim, n.) teknologi Pangan, dan o.) kebutuhan Pangan setiap daerah. Data dan informasi sebagaimana dimaksud Sistem Informasi Pangan menjadi dasar Big Data Pangan Nasional yang dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh masyarakat Indonesia tersebut sudah mendapatkan dukungan melalui Perpres Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia, kecuali yang menyangkut kepentingan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Atas dasar tersebut yang mendorong Petani mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera membangun sebuah sistem informasi pangan yang menjadi dasar Big Data Pangan Nasional. Karena jika sistem informasi Pangan dan atau Big Data Pangan Nasional sudah terimplementasi, maka Pemerintah Pusat dan daerah bisa memonitor ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia, menggenjot produktivitas Petani dan mengoptimalkan lumbung – lumbung pangan nasional. Sehingga Indonesia bisa terlepas dari ketergantungan impor koalisi tengkulak dan terwujud kedaulatan pangan nasional di Indonesia. Merdeka !!
Jakarta, 20 Maret 2021.
Bidang Propaganda & Jaringan.,
Dewan Pimpinan Nasional Petani.
HP/WA : 0878-8000-7078.
www.petani.id