petani.id – (Laporan Khusus, 04/02/2019). Wakatobi terletak pada pusat segitiga karang dunia (Coral Triangle Center), memiliki jumlah keanekaragaman hayati kelautan tertinggi di dunia yakni 750 jenis karang dari 850 spesies karang dunia, 900 jenis ikan dunia dengan 46 divecites teridentifikasi (salah satunya Marimabuk), 942 spesies ikan, 90.000 Ha terumbu karang, karang Atol Binongko dengan panjang 48 km dan merupakan karang Atol terpanjang di Dunia (Operation Wallasea, 2006).
Pada tahun 1995 Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui Menteri Kehutanan menetapkan Wakatobi sebagai Taman Wisata Alam Laut (SK Menteri Kehutanan RI Nomor 462/KPTS-II/1995). Hal ini ditetapkan mengingat Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu wilayah yang memiliki keanekaragaman hayati laut yang terlengkap di Dunia. Selanjutnya pada Tahun 1996 ditingkatkan statusnya menjadi wilayah Konservasi dengan status Taman Nasional (SK Menteri Kehutanan RI Nomor 393/KPTS-VI/1996), tanggal 30 Juni 1996 dan ditetapkan berdasarkan SK Menhut Nomor 7651/KPTS-II/2002 tanggal 19 Agustus 2002.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menargetkan Wakatobi sebagai salah satu dari top 10 destinasi prioritas (10 Bali Baru). Kementerian Pariwisata (Kemenpar) bahkan menargetkan Kabupaten Wakatobi menjadi atraksi berkelas internasional di tahun 2019 dan dikunjungi 500.000 (ribu) wisatawan mancanegara. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Wakatobi telah mengajukan usulan ‘Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Sombano Hoga’ ke Kementerian Pariwisata.
Pada penghujung tahun 2018 tepatnya tanggal 24 Desember 2018, Ketua Umum Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (Petani) Satrio Damardjati di dampingi oleh Wakil Ketua II Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Petani Sulawesi Tenggara (Sultra) Haris Suhud berkesempatan melakukan kunjungan kerja ‘Programatik Petani Go Digital’ ke Pulau Wangi-wangi dan Pulau Kaledupa di Kepulauan Wakatobi, Kabupaten Wakatobi. Pulau Kaledupa merupakan salah satu dari 4 pulau yang berada di Kepulauan Tukang Besi di Kabupaten Wakatobi yang merupakan singkatan dari 4 nama pulau tersebut (Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko). Di Pulau Kaledupa terdapat 2 kecamatan yaitu Kecamatan Kaledupa dan Kecamatan Kaledupa Selatan.
Kecamatan Kaledupa dengan luas area 45,5 km2 terdiri dari 12 desa dan 4 kelurahan yang berada di 10 pulau (Pulau Kaledupa, Pulau Hoga, Pulau Watuhari, Pulau One, Pulau Ooa Nujawa, Pulau Ompu, Pulau Watu Pabode, Pulau Watu Sahau, Pulau Watu Totolu dan Pulau Gili-Gili). Jumlah penduduk Kaledupa pada tahun 2016 tercatat sejumlah 12.726 orang dengan 3.670 kepala keluarga dengan mata pencaharian mayoritas sebagai Petani dan Nelayan (Petani Penangkap Ikan). Banyaknya rumah tangga menurut sumber penerangan utama di Kecamatan Kaledupa Tahun 2017 sejumlah Listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN): 2154, Listrik Non PLN: 231, Non Listrik/No Electricity: 562, jumlah total: 2947. Sedangkan untuk kekuatan sinyal telepon seluler ada dan relatif kuat di semua desa kecuali di Desa Sombano relatif lemah. Pada saat pagi sampai sore hari di mana satuan listrik PLN mati dan penggunaan telepon seluler tinggi, sinyal relatif lemah.
Kecamatan Kaledupa Selatan dengan luas area 58,5 km2 terdiri dari 10 desa yang berada di 3 pulau (Pulau Kaledupa, Pulau Lentea dan Pulau Darawa). Jumlah penduduk Kaledupa Selatan pada tahun 2017 tercatat sejumlah 9.113 orang dengan 2.501 kepala keluarga dengan mata pencaharian mayoritas sebagai Petani dan Nelayan (Petani Penangkap Ikan). Banyaknya rumah menurut sumber penerangan utama di Kecamatan Kaledupa Tahun 2017 sejumlah Listrik PLN: 1552, Listrik Non PLN: 400, Non Listrik/No Electricity: 0, jumlah total: 1952. Sedangkan untuk kekuatan sinyal telepon seluler ada dan relatif kuat kecuali di Desa Pajam, Desa Lentea dan Desa Darawa relatif sangat lemah.
Dengan latar belakang Wakatobi sebagai kawasan wisata yang diharapkan berkelas dunia di tahun 2019, ironis rasanya melihat kondisi sarana listrik dan telekomunikasi di Pulau Kaledupa yang merupakan salah satu kawasan Taman Nasional Wakatobi. Listrik dari PLN di Pulau Kaledupa belum 24 jam, hanya beroperasi setelah pukul 18.00 hingga pukul 06.00 pagi. Sedangkan jaringan telekomunikasi di Pulau Kaledupa hanya ada jaringan dari Telkomsel dengan kondisi kekuatan sinyal yang belum merata.
Pada saat kunjungan kerja Ketua Umum Petani ke Pulau Kaledupa, Camat Kaledupa mengumpulkan masyarakat yang mayoritas adalah Petani dan Nelayan (Petani Penangkap Ikan) di ruang pertemuan kantor Kecamatan Kaledupa. Pendapatan per kapita rata-rata masyarakat di Kecamatan Kaledupa sebesar Rp. 3.000.000,- per bulan. Pada pertemuan tersebut para masyarakat yang mayoritas adalah Petani dan Nelayan (Petani Penangkap Ikan) menyatakan tingginya minat mereka dalam mengakses layanan internet. Mereka memohon dan meminta segera dilakukan penguatan sinyal telepon seluler dan pembangunan jaringan telekomunikasi fiber optik sebagai sarana mewujudkan layanan akses internet yang cepat dan terjangkau. Saat ini rata-rata konsumsi layanan data seluler masyarakat per bulan sekitar Rp. 400.000,-.
Akses layanan internet yang masyarakat harapkan di Pulau Kaledupa adalah untuk optimasi produk hasil produksi mereka baik pertanian, perkebunan, perikanan tangkap yang bisa dipengaruhi situasi-situasi tertentu seperti perkiraan cuaca, keadaan tanah, dan kebutuhan pasar terhadap tanaman dan ikan hasil tangkapan tertentu. Sedangkan untuk menghasilkan keputusan yang tepat masyarakat yang mayoritas Petani dan Nelayan (Petani Penangkap Ikan) membutuhkan data real-time tentang kondisi cuaca saat itu. Teknologi wireless, sistem GPS dan cloud bisa membantu masyarakat yang mayoritas Petani dan Nelayan (Petani Penangkap Ikan) dalam hal ini.
Dengan jumlah penduduk Pulau Kaledupa lebih dari 21 ribu orang dengan 6 ribu lebih kepala keluarga dan tingkat konsumsi layanan data seluler per bulan Rp. 400.000,-, kami (red: Dewan Pimpinan Nasional Petani dan DPW Petani Sultra) pikir sangat layak menghadirkan layanan akses internet dengan jaringan fiber optik di Pulau Kaledupa. Kehadiran jaringan telekomunikasi yang handal di Pulau Kaledupa diharapkan dapat mempercepat terwujudnya Wakatobi sebagai destinasi wisata kelas dunia dan meningkatkan taraf hidup masyarakatnya yang mayoritas Petani dan Nelayan (Petani Penangkap Ikan) lebih pada mewujudkan ‘Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia’ dalam Negara Gotong Royong. Dan juga sebagai harapan dari ‘Kontribusi Positif Petani Go Digital Dalam Mewujudkan Sulawesi Tenggara Sebagai Lumbung Pangan Berbasis Poros Maritim’ di jalur sosio-ekonomi Kawasan Timur Indonesia.
(Red: Bidang Propaganda dan Jaringan-Dewan Pimpinan Nasional Petani)