petani.id – (Solo, Jumat 15/02/2019). Ketua Umum Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (Petani) Satrio Damardjati meminta kepada Pemerintah baik Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk lebih hadir dan membumikan Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 serta Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Nomor 19 Tahun 2013 sebagai dasar dan arah gerak Politik Pangan Indonesia untuk mewujudkan Kedaulatan Pangan Nasional.

Hal itu ia ungkapkan menanggapi pernyataan Menteri Pertanian terkait bahwa ‘Pangan Jangan Dipolitisasi’ alias tidak dimasukkan ke ranah politik. Ketua Umum Petani mengatakan bahwa, “Jelas dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Nomor 19 Tahun 2013 pada Pasal 1 tentang Perlindungan Petani adalah segala upaya untuk membantu Petani dalam menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim.
Nah dari pasal 1 ini saja apakah Kementerian terkait sudah hadir?” kata Satrio kepada petani.id di sela-sela kunjungan kerja singgah di Rumah Kreasi BUMN di Kota Surakarta (Jumat, 15/02/2019).

“Jadi wajar di akar rumput basis produksi Petani terjadi politisasi isu mengenai pangan dan hasil pertanian, wong Negara belum hadir kok ke akar rumput basis-basis produksi Petani. Sebagai contoh kasus Petani Bawang Merah di Brebes beberapa waktu lalu, dengan di dampingi Kepala Laboratorium Kedaulatan Pangan dan Agribisnis Kerakyatan (Lab.KPAK) Petani Unit Riau Sahat Mangapul, kami Panen Raya Bawang Merah dan mengadakan Sarasehan Petani Bawang Merah, setelah kegiatan tersebut saya mendapatkan laporan kalau Dinas terkait mengumpulkan Kepala-kepala Desa membahas permasalahan Petani Bawang Merah tersebut, tetapi saya juga mendapatkan laporan sampai hari ini juga belum ada solusinya.
Sedangkan Kementerian terkait hanya melakukan konfrensi pers menyatakan begini ataupun begitu tanpa jalan keluar yang jelas padahal sudah diamanatkan dalam Undang-Undang baik itu Undang-Undang Pangan ataupun Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.” jelas Satrio Damardjati Ketum Petani ini.
Ia mengungkapkan bahwa perjuangan Petani secara kelembagaan Petani mengacu pada Undang-Undang yang berlaku, sebagai halnya dikatakan dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Nomor 19 Tahun 2013 pada Pasal 1 tentang Kelembagaan Petani adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk Petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan Petani.
Selain itu, dengan visi Kelembagaan Petani adalah Kedaulatan Pangan Berbasis Kearifan Lokal dan Agribisnis Kerakyatan diharapkan agar menjadikan Petani mandiri, Petani yang tidak bergantung pada bahan-bahan kimia, Petani yang mampu menghasilkan produksi yang sehat dan ekologis serta mendapatkan kehidupan lebih layak dan manusiawi bagi Petani juga sudah sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 Pasal 1 bahwa ‘Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal’. Jadi apakah ini bukan arah perjuangan Politik Petani itu sendiri, menurut Satrio sudah jelas arah perjuangan Politik Petani.
Ketum Petani juga kurang sepakat tentang pernyataan Mentan Amran yang menyatakan ‘Ketahanan pangan identik dengan ketahanan negara, jadi jangan dipolitisasi’ (monitor.co.id Jumat, 15 Februari, 2019 / 18:58 WIB), “Mentan harusnya sadar bahwa dia gagal mengamanatkan Undang-Undang, wong Petani saja secara kelembagaan menjalankan sesuai amanat Undang-Undang kok Mentan malah bicara seperti itu, padahal sudah jelas bahwa perjuangan politik Petani adalah mewujudkan Kedaulatan Pangan untuk Kedaulatan Negara, Kedaulatan Pangan merupakan pondasi 9 cita-cita (Nawacita) Presiden Joko Widodo, karena Petani itu merupakan garda terdepan sektor pangan dalam Negara yang Berdaulat. Jangan salah loh, Bolivia itu Presidennya seorang Petani.” kata Satrio.
(Red: Bidang Propaganda dan Jaringan-Dewan Pimpinan Nasional Petani)