petani.id – (#SDMPetaniUnggul – Jakarta, 07/10/2019). Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Karenanya hak atas pangan menjadi bagian sangat penting dari hak asasi manusia (HAM).
Kemandirian pangan merupakan hal yang sangat strategis dan penting untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis kearifan lokal guna mengurangi ketergantungan tanpa dipengaruhi oleh pihak luar. Sebagai bangsa maritim berbasis agraris dengan sumber daya yang sangat besar dan teknologi ramah lingkungan yang memadai, Indonesia berpotensi memproduksi pangan dalam jumlah yang cukup, sehingga bisa mandiri, berdikari dan berbasis kearifan lokal.
Presiden Joko Widodo disela-sela kunjungan di Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) Pangan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 1 September 2017, menyampaikan tentang mengkorporasikan Petani, membuat produk yang dikemas supaya menarik agar bisa masuk langsung ke ritel, dan Petani diajak berkelompok dalam skala 1000 hektar [1].
Selain itu pada peringatan Hari Pangan Sedunia ke-39 tanggal 16 Oktober 2019 puncaknya akan dilaksanakan pada tanggal 2 sampai dengan 5 November 2019 bertempat di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara dengan mengusung tema ‘Teknologi Industri Pertanian dan Pangan Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045’ merupakan sinyal positif untuk mewujudkan ‘Gerakan Industrialisasi Pangan Nasional Berbasis Kerakyatan’ 1 dari 8 misi Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (Petani) yang diamanahkan dalam Anggaran Dasar-Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) Petani sebagai programatik Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Petani Unggul.
“Gerakan ini merupakan perubahan sikap dan atau pola pikir Petani, untuk mengintroduksi teknogi tepat guna dalam penanganan pascapnen dan menyelenggarakan sistem jaminan mutu hasil produksi Petani. Perubahan itu mulai dari Individu Petani ke Kelompok Petani, Petani Produsen ke Petani Pemasok, dari Sistem Budi Daya Petani ke Sistem Produksi Pangan Petani, dari Pola Petani tergantung ke Tengkulak menjadi Pola Petani yang bisa atau mampu Akses Pasar (red: langsung ke ritel atau konsumen).
Strategi programatik dari gerakan ini menjadi pijakan dan langkah kerja di beberapa basis produksi Petani seperti salah satunya di Kelompok Petani Clereng yang dipimpin Yuliana berlokasi di daerah Clereng perbatasan Kabupaten Kulonprogo dengan Kabupaten Magelang kaki bukit menoreh.” kata Ketua Umum Petani Satrio Damardjati di kantor Dewan Pimpinan Nasional Petani, daerah Cilandak – Jakarta Selatan, (Jumat, 04/10/2019).
Ketua Umum Petani Satrio Damardjati menjelaskan Kelompok Petani Yuliana tersebut melalui beberapa tahapan. Pada tahap Petani Individu ke Kelompok Petani dapat dilihat dalam mengatasi keterbatasan lahan yang awalnya hanya memanfaatkan lahan yang dimiliki individu Petani untuk budidaya tanaman singkong dan tanaman umbi-umbian lainnya (red: jenis garut) menjadi pemanfaatan lahan para anggota Kelompok Petani secara kelompok untuk orientasi peningkatan produksi menjadi produksi bersama Kelompok Petani, faktor teknologi pengolahan hasil produksi tanaman singkong dan tanaman umbi-umbian lainnya (red: seperti tanaman garut) pun kerap dilakukan dengan proses teknologi manual dengan mengedepankan kolektifitas kerja bersama secara skala manajemen kelompok seperti proses penjemuran, pencucian sampai pengemasan hasil produksi kelompok menjadi tepung casava, tepung dari umbi-umbian lainnya (red: seperti tepung garut), emping garut dan lainnya.
“Untuk tahap dari Petani Produsen menjadi Petani Pemasok, Kelompok Petani yang dipimpin oleh Yuliana ini melakukan sistem pemasaran dari pintu ke pintu oleh tim pemasaran Kelompok Petani baik langsung ke konsumen ataupun ke toko-toko bahkan sampai memasok ke pabrik skala besar baik mulai di wilayahnya bahkan sampai lintas provinsi. Hal tersebut membuktikan bahwa para anggota Kelompok Petani mendapatkan Nilai Tambah Petani (NTP) yang lebih besar untuk meningkatkan kesejahteraannya para anggota Petani. Tahapan Sistem Budi Daya Petani ke Sistem Produksi Pangan Petani dimana Kelompok Petani ini pada awalnya hanya Kelompok Petani budidaya tanaman singkong dan tanaman umbi-umbian lainnya tanaman garut dengan hanya memanfaatkan pekarangan berubah menjadi Kelompok Produksi Pangan Petani yang tersistematis dengan bentuk produksi olahan yang berbasis kearifan lokal seperti tepung casava, tepung dari umbi-umbian lainnya seperti tepung garut, emping garut dan lainnya.” jelas Ketua Umum Petani Satrio Damardjati yang juga mantan aktivis 98 serta mantan pegiat pers mahasiswa Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) KHLOROFIL Fakultas Pertanian Universitas Udayana Provinsi Bali.
Satrio juga menambahkan, pada tahap dari Pola Petani tergantung ke Tengkulak menjadi Pola Petani yang bisa atau mampu Akses Pasar (red: langsung ke ritel atau konsumen) merupakan tahapan tersulit dalam proses produksi Kelompok Petani. Kesulitan yang paling sering ditemukan adalah masalah permodalan dan arus sirkulasi modal. Akan tetapi melalui proses dinamika dan proses dialektika perjalanannya, kesulitan tersebut pada akhirnya dapat terselesaikan dengan Sistem Gotong Royong para anggota Kelompok Petani mulai dari faktor produksi budi daya, faktor produksi pengolahan bahkan sampai faktor pemasaran hasil produksi Petani. Oleh karena itu, kami atas nama seluruh Keluarga Besar Petani meminta kepada Presiden Joko Widodo dan siapa pun Menteri Pertanian yang ditunjuk oleh Presiden pada periode 2019 – 2024 ini untuk lebih fokus pada pembangunan SDM Petani Unggul pada khususnya dan perbaikan sistem pangan dari hulu hingga hilir pada umumnya.
-. Liputan / Laporan: Tim Departemen Jaringan – Dewan Pimpinan Nasional Petani.
-. Redaksi: Departemen Propaganda – Dewan Pimpinan Nasional Petani.
-. Editor: Bidang Propaganda & Jaringan – Dewan Pimpinan Nasional Petani.
(Sumber / Referensi: [1]. News.detik.com/berita/d-3624562/)