www.petani.id – (#SDMPetaniUnggul – Editorial – Jakarta, 18/07/2025). Ancaman perang terbuka dari ketegangan dunia belum mereda. Akibatnya, jalur perdagangan antar negara pun harus disesuaikan. Perlu kecerdikan untuk tetap mengambil posisi penting dari situasi yang ada. Seperti yang disampaikan Ketua Umum Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (Petani) Satrio Damardjati dalam keterangan pers pada media-media menilai bahwa Presiden Prabowo Subianto sudah pasti sangat memahami bahwa ketidakpastian global harus diterobos melalui jalan terjal yang sulit, tetapi risiko harus dipilih.
Indonesia adalah pasar yang terus tumbuh baik secara kualitas maupun kuantitas. Sedangkan dunia, khususnya Eropa dan Timur Tengah, mengenal Indonesia sebagai produsen hasil bumi seperti yang dulu pernah mereka nikmati, yaitu hasil rempah, kopi, teh, kelapa, lada, pala, dan lainnya, serta hasil tambang mineral, mulai dari batubara, bauksit, emas, perak, nikel, minyak bumi dan gas bumi. Yang terbesar berkontribusi untuk Eropa, khususnya bagi Belanda dan sekutunya, adalah hasil rempah, teh, kopi, cengkeh, tembakau dan hasil perkebunan lainnya.
Pada masa sekarang, Indonesia harus memperbaiki cara pandang terhadap dirinya agar tidak mudah terlena pada buaian investasi yang membuat Indonesia kehilangan arah. Harus dilakukan seleksi lebih ketat terhadap investasi yang masuk agar tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan yang dapat mengganggu kehidupan masyarakat di Nusantara yang harmonis dengan alam.
Redefinisi Kemakmuran
Evaluasi Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Petani dan selalu disampaikan Ketua Umum Petani Satrio Damardjati, bahwa peluang membesarkan ekonomi negara melalui pangan seringkali terpinggirkan oleh dramatisasi keuangan dan tingkat kerumitan yang berhubungan dengan alam. Dengan adanya sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berlimpah harusnya Indonesia mempunyai fokus utama pada produksi bahan pangan secara berkelanjutan. Fokus itu hanya akan terjadi ketika kebijakan atas produksi pangan ditempatkan lebih tinggi dibandingkan kebijakan lainnya.
Produksi pangan harus diatur oleh Pemerintah dalam sebuah peraturan khusus, dan untuk menjamin keberlanjutannya dapat ditingkatkan menjadi Undang-Undang. Tidak boleh tata ruang produksi pangan dikalahkan oleh kepentingan lainnya, karena pangan terutama pangan pokok, adalah kebutuhan dasar dan menjadi biaya terbesar dalam kehidupan bernegara.
Penyelenggaraan negara bertujuan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur, dan kita harus memperbarui cara pandang agar dapat membentuk arah lebih jelas. Hanya para pemimpin yang adil yang dapat mewujudkan kehidupan rakyat yang makmur. Oleh karenanya, pemerintahan harus menomorsatukan Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai indikator ekonomi. Jika NTP turun dan memburuk, berarti perekonomian juga buruk. Apakah mungkin pangan menjadi pertahanan mutlak negara jika NTP tidak tumbuh?
Diplomasi Pembaruan
Ketua Umum Petani Satrio Damardjati menyampaikan hasil kajian geostrategis internasional Dewan Pimpinan Nasional Petani bahwa keterbukaan Indonesia sebagai pasar mengandung risiko dan peluang yang manfaatnya akan sangat ditentukan oleh penegasan para pemimpin atas arah yang dituju. Turunnya tarif produk ekspor Indonesia ke Amerika Serikat dari 32% menjadi 19% diiringi beberapa konsekuensi terhadap produk impor dari Amerika Serikat, dan di antaranya adalah produk pangan dan industri pertanian. Sepertinya akan menjadi beban baru perekonomian dan harus dihadapi semua pihak secara jernih, jujur dan optimis.
Jika produk impor dari AS itu tidak bisa diproduksi di dalam negeri atau harganya lebih bersaing, tentunya akan berdampak baik bagi para penggunanya dan menekan ongkos produksi. Misal produk jagung pakan impor dihargai Rp 3.500,00 atau lebih rendah dari harga yang ada saat ini, tentunya akan menurunkan harga produk pangan yang ada, termasuk daging ayam dan telur. Di sisi petani jagung mungkin terganggu dan pembaruan harus dilakukan agar tidak hanya mengandalkan komoditas jagung. Terlalu banyak jenis komoditas untuk dipilih sehingga para petani harus mengorganisir diri agar dapat memproduksi komoditas baru yang kompetitif di pasar.
Ruang Hijau Terbuka
Ketua Umum Petani Satrio Damardjati selalu menyampaikan bahwa memaknai pangan sebagai pertahanan mutlak harus menyeluruh, karena pangan adalah komoditas politik semua orang sehingga negara harus menguasai sepenuhnya. Tata ruang produksi pangan harus terbentuk secepatnya sehingga gerak produksi dapat segera dijalankan. Komoditas eksotik dan khas tropis perlu dikampanyekan dan difasilitasi secara ketat agar hasilnya lebih terukur dan berkelanjutan. Tanaman keras, buah tropis, dan rempah merupakan komoditas yang unggul, tapi berumur panjang dan relatif lama untuk dipanen. Dan pemerintah tidak boleh menutup mata soal itu. Sasarannya adalah membuat Ruang Hijau lebih terbuka yaitu investasi agrobisnis berkelanjutan difasilitasi lebih menarik dengan insentif maupun stimulus agar produktif, ekstensif dan ramah lingkungan.
Adanya ruang hijau terbuka akan menciptakan lapangan usaha baru, akses pekerjaan, dan stimulasi ekonomi di daerah-daerah. Bukan lari kencang tapi marathon, yang memungkinkan ide inovatif berkembang sepanjang waktu.
•> Editor : Bidang Propaganda dan Jaringan – Dewan Pimpinan Nasional Petani.



