www.petani.id – (#SDMPetaniUnggul – Editorial – 11/10/2025). Kajian Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (PETANI) menilai bahwa Indonesia dikenal dunia memiliki luas kawasan hutan yang besar. Namun selama ini banyak ekosistem hutan hanya difungsikan sebagai penyangga lingkungan, konservasi keanekaragaman hayati, pengendali iklim mikro/hidro, dan sumber kayu/biomassa. Sedangkan potensi hutan sebagai elemen dalam sistem pangan nasional belum sepenuhnya tergali secara optimal. Padahal, hutan (khususnya hutan produksi dan hutan rakyat/agroforestri) menyimpan berbagai komoditas pangan (buah hutan, tanaman obat, rempah, kacang-kacangan, jamur, madu, rotan, tanaman pangan multipurpose, dan lain-lain) yang jika dikelola secara cerdas bisa berkontribusi nyata kepada ketahanan dan kedaulatan serta swasembada pangan.
Ketua Umum PETANI Satrio Damardjati selalu menyampaikan bagaimana strategi menanamkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 2025 dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 19 Tahun 2025 untuk menumbuhkan swasembada pangan berkelanjutan melalui pengelolaan hutan, karena hutan bukan hanya konservasi, tetapi juga peluang pangan strategis. Dengan kebijakan yang tepat, integrasi sistem pertanian-hutan (agroforestri) di zona hutan produksi dapat memperluas basis pemanfaatan lahan dan memperkuat siklus produksi pangan lokal, tanpa merusak fungsi ekologis utama. Namun untuk itu diperlukan strategi aktivasi sistematis, legal, terintegrasi, dan berkelanjutan — agar tidak terjadi konflik fungsi, deforestasi, atau degradasi lingkungan.
Landasan Kebijakan: Inpres 14/2025 & Keppres 19/2025
Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 2025 ini mengamanatkan percepatan pembangunan kawasan swasembada pangan, energi, dan air nasional melalui langkah-langkah komprehensif yang terintegrasi antar kementerian/lembaga serta pemerintah daerah.
Beberapa penekanan penting:
- Penyusunan rencana induk pembangunan kawasan swasembada pangan, energi, dan air, termasuk alokasi lahan prioritas (Provinsi Papua Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, dan provinsi potensial lainnya).
- Memastikan keterpaduan pembangunan infrastruktur pendukung (irigasi, jalan, jaringan energi, fasilitas pengolahan) dalam kawasan tersebut.
- Mengembangkan skema kemitraan antara sektor publik, swasta, koperasi, dan masyarakat agar pembangunan bersifat inklusif dan saling menguntungkan.
- Prinsip keberlanjutan — menjaga aspek konservasi lingkungan dan adaptasi perubahan iklim agar pembangunan tidak destruktif.
- Penugasan dukungan sektor pertahanan (melalui Menteri Pertahanan) baik dalam dukungan pengamanan maupun pembangunan infrastruktur pertahanan yang mendukung kawasan swasembada pangan, energi dan air nasional.
Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2025 ini menetapkan Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Kawasan Swasembada Pangan, Energi, dan Air Nasional, yang ditempatkan langsung di bawah Presiden.
Tugas utama tim ini antara lain:
- Sinkronisasi kebijakan antar kementerian, pemerintah daerah, lembaga terkait agar percepatan pembangunan tidak tumpang tindih.
- Monitoring, evaluasi, dan pengendalian pelaksanaan percepatan pembangunan kawasan.
- Fasilitasi penyelesaian hambatan lintas sektor (regulasi, lahan, perizinan, konflik sosial).
- Memberi rekomendasi agar kawasan swasembada pangan, energi dan air nasional ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di bidang pangan, energi, dan air.
- Menetapkan prosedur standar operasional (SOP) penyelesaian masalah lintas sektor.
- Melakukan rapat koordinasi minimal setiap 3 bulan, dan melaporkan hasil kemajuan kepada Presiden setiap 6 bulan atau sewaktu-waktu.
Dengan payung kebijakan kuat ini, strategi aktivasi sumberdaya hutan berada dalam kerangka nasional yang terarah dan dibekali mekanisme koordinasi antar sektor.
Strategi Aktivasi Sumberdaya Hutan untuk Swasembada Pangan, Energi dan Air Nasional
Untuk menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang, berikut strategi yang bisa diadopsi pemerintah dan pemangku kepentingan, yaitu:
- Inventarisasi Potensi Agribisnis Kerakyatan terkait produksi pangan hutan dan zonasi fungsional hutan yang tepat, antara lain: a.) Melakukan pemetaan dan pendataan potensi komoditas pangan hutan (buah liar, rempah, jamur, madu, tanaman obat, kacang-kacangan, tanaman multi-fungsi) per wilayah hutan produksi dan hutan rakyat., b.) Menetapkan zonasi fungsional hutan yang memungkinkan aktivitas agroforestri di zona produksi atau zona lanskap hutan (buffer zone, hutan rakyat, hutan tanaman). Skema ini harus memperhatikan aspek keanekaragaman, fragmen ekosistem, dan koridor ekologis, c.) Menyusun pedoman teknis agro forestri adaptif (kombinasi tanaman pangan dan pohon penalti) yang sesuai karakteristik ekologi lokal, iklim, tanah, serta memperhitungkan potensi ancaman perubahan iklim.
- Perizinan dan Regulasi Adaptif — percepatan prosedur di kawasan hutan produksi antara lain: a.) Menyederhanakan prosedur perizinan untuk pengembangan agroforestri di kawasan hutan produksi (termasuk perubahan fungsi lahan kecil yang tidak merusak integritas ekosistem) dengan aturan yang tegas dan ramah lingkungan., b.) Memberikan “izin usaha agroforestri khusus” di blok hutan produksi tertentu, dengan persyaratan konservasi dan pemantauan lingkungan., c.) Mekanisme ijin cepat berbasis zonasi dan digital agar usaha petani-kecil dan koperasi bisa memperoleh izin secara efisien dan transparan.
- Skema Insentif dan Mekanisme Pembiayaan, antara lain: a.) Subsidi atau insentif fiskal (pajak, subsidi pupuk, bantuan modal) bagi petani/agroforestri yang mengelola komoditas pangan di kawasan hutan sesuai standar keberlanjutan., b.) Program kemitraan publik-swasta (PPP) untuk investasi pada rantai nilai pangan hutan (pengolahan, pemasaran, logistik) agar hasil pangan hutan bisa terhubung ke pasar luas., c.) Akses kredit murah atau pembiayaan mikro khusus agroforestri dan pangan hutan, disertai asuransi tanaman terhadap risiko iklim/hama., d.) Skema “pemanfaatan kredit lingkungan” di mana perusahaan besar mendukung pengembangan agroforestri pangan sebagai bagian dari tanggung jawab keberlanjutan mereka (jika terkait dalam proyek PSN).
- Penguatan Kelembagaan dan Kapasitas Masyarakat untuk membentuk pondasi kemandirian berproduksi dan kedaulatan pangan, antara lain: a.) Membentuk klaster agroforestri pangan di kawasan hutan produksi yang dipimpin oleh koperasi atau kelompok petani guna memudahkan pendampingan teknis, pemasaran bersama, serta pembiayaan kolektif., b.) Pelatihan intensif teknologi pertanian hutan, manajemen agroforestri, pengolahan pasca panen, dan pengemasan pangan hutan agar meningkatkan nilai tambah dalam rantai pasok yang terbentuk., c.) Kolaborasi lembaga riset, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk penelitian varietas tanaman hutan pangan yang unggul, tahan penyakit, dan adaptif terhadap perubahan iklim., d.) Sistem pendampingan teknis berkelanjutan, termasuk monitoring lingkungan, praktik konservasi tanah, konservasi air, dan pencegahan kerusakan ekosistem.
- Infrastruktur, Logistik, dan Pengolahan Hilir dalam Agribisnis Kerakyatan, antara lain: a.) Pembangunan infrastruktur pendukung seperti jalan, jembatan, irigasi mikro, jaringan air, cold storage, fasilitas pengolahan sederhana di dekat hutan agar hasil agroforestri tidak mudah rusak dan lebih efisien dalam jalur logistik., b.) Integrasi jaringan logistik dari hutan ke pasar: jalur transportasi lokal, drop-point, gudang menengah, dan rantai distribusi., c.) Fasilitasi pembangunan pabrik pengolahan (skala kecil hingga menengah) untuk pangan hutan menjadi produk bernilai tambah (misalnya jus, selai, suplemen herbal, makanan ringan)., d.) Sistem pemasaran digital dan e-commerce agar produk pangan hutan dapat menjangkau pasar lebih luas secara nasional dan internasional.
- Pemantauan, Evaluasi, dan Adaptasi Berbasis Data Digital, antara lain: a.) Pengembangan dashboard digital publik yang memuat data real-time tentang progres aktivasi pangan hutan (luas areal, produksi, nilai tambah, dampak lingkungan). Hal ini sejalan dengan amanat Inpres 14/2025 bahwa program pembangunan terdiferensiasi dan terpantau melalui sistem digital., b.) Monitoring lingkungan berkala (kualitas tanah, keanekaragaman hayati, kestabilan ekosistem) agar tindakan korektif bisa cepat dilakukan., c.) Evaluasi berkala dari Tim Koordinasi (Keppres 19/2025) agar kebijakan dan program tak hanya implementatif tetapi responsif terhadap kendala di lapangan., d.) Uji pilot (proyek percontohan) di wilayah-wilayah strategis sebelum skala nasional, agar praktik terbaik bisa direplikasi.
- Sinkronisasi Kebijakan dan Penanganan Konflik Kepentingan, antara lain: a.) Tim Koordinasi (Keppres 19/2025) harus aktif menyelesaikan konflik kepentingan antar sektor (misalnya kehutanan, pertanian, energi, pertambangan) agar tidak ada saling meniadakan kebijakan., b.) Harmonisasi regulasi pusat dan daerah agar aturan pemanfaatan hutan untuk pangan tidak terhambat oleh peraturan daerah yang kontradiktif., c.) Penegakan hukum dan koordinasi pengawasan untuk memastikan bahwa aktivasi pangan hutan tidak disusupi praktik ilegal (deforestasi, perambahan, logging liar, distorsi pemanfaatan lahan), d.) Mekanisme resolusi sengketa lahan dan pemanfaatan hutan yang melibatkan masyarakat setempat (partisipatif, mediasi lokal) agar tidak timbul konflik sosial.
Sinergi antara Aktivasi Hutan dan Fundamental Pertahanan Pangan
Aktivasi sumberdaya hutan sebagai bagian dari strategi swasembada pangan memberi beberapa keuntungan strategis dalam konteks pertahanan pangan nasional:
- Diversifikasi Basis Pangan: Dengan tambahan komoditas pangan dari hutan, ketergantungan pada lahan pertanian konvensional berkurang, sehingga bila terjadi kebijakan atau gangguan (iklim, hama) skala luas, sumber pangan tetap tersedia.
- Kemandirian Pangan Lokal: Masyarakat lokal di sekitar hutan bisa memperoleh akses pangan dari ekosistem mereka sendiri — meningkatkan resilience (ketahanan lokal) terhadap guncangan pasokan pangan dari luar.
- Buffer terhadap Krisis: Hutan pangan bisa berfungsi sebagai buffer atau cadangan pangan lokal jika sektor pertanian darat terganggu.
- Sambungan ke Ekosistem Pertanian: Agroforestri dapat memperbaiki kualitas tanah, menahan erosi, memperbaiki siklus hara dan air, yang membantu produktivitas pertanian di sekitar hutan.
- Peran Strategis Pertahanan: Karena pangan adalah komponen vital dalam keamanan nasional, pengaktifan potensi hutan memperluas basis geografis dan diversifikasi wilayah ketahanan pangan, sehingga bila satu wilayah terkena gangguan, wilayah lain masih bisa mendukung suplai.
- Pemberdayaan Masyarakat Perbatasan/Terpencil/Terluar: Banyak kawasan hutan berada di daerah perbatasan atau daerah terpencil — aktivasi pangan hutan bisa memperkuat ketahanan sosial dan ekonomi masyarakat perbatasan, sekaligus memperkokoh kedaulatan wilayah negara.
Tantangan dan Mitigasi
Strategi tersebut menghadapi beberapa hambatan yang harus diatasi:
- Tantangan: Konflik fungsi lahan antara pemanfaatan hutan dan konservasi. Mitigasi: Sistem zonasi yang jelas, kajian lingkungan yang ketat, dan penetapan zona agroforestri yang bukan zona inti konservasi.
- Tantangan: Regulasi dan birokrasi perizinan yang kompleks. Mitigasi: Reformasi regulasi dan percepatan prosedur berbasis digital /one-stop service.
- Tantangan: Kapasitas masyarakat lokal rendah. Mitigasi: Pelatihan intensif dan pendampingan teknis, penguatan kelembagaan lokal.
- Tantangan: Modal dan investasi terbatas. Mitigasi: Insentif fiskal, kemitraan publik-swasta, pembiayaan mikro, dukungan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
- Tantangan: Infrastruktur buruk di sekitar hutan. Mitigasi : Pembangunan infrastruktur dasar (jalan, jembatan, irigasi mikro, logistik) sebagai prioritas.
- Tantangan: Risiko kerusakan lingkungan jika tidak dikelola baik . Mitigasi: Pemantauan ketat, standar kelestarian lingkungan, evaluasi berkala.
- Tantangan: Koordinasi antar-sektor yang lemah. Mitigasi: Peran aktif Tim Koordinasi (Keppres 19/2025), mekanisme rapat rutin dan dashboard transparan.
Menuju Fundamental Pertahanan Pangan yang Kokoh
Aktivasi sumberdaya hutan untuk mendukung swasembada pangan, energi dan air nasional merupakan strategi cerdas yang memadukan aspek ekonomi, ekologis, dan keamanan nasional. Dengan kerangka kebijakan kokoh — Inpres 14/2025 dan Keppres 19/2025 — pemerintah memiliki pijakan koordinatif dan institusional untuk menjadikan hutan bukan sekadar “wadah konservasi” tetapi juga menjadi elemen strategis dalam pertahanan pangan negara.
Kunci keberhasilan adalah kesatuan visi dan totalitas pelaksana kebijakan, kolaborasi lintas sektor, penguatan harmoni masyarakat lokal, regulasi adaptif yang aman lingkungan, serta keberanian investasi jangka panjang. Jika pelaksanaannya konsisten dan terukur disertai dengan penegakan hukum yang komprehensif atas pengelolaan sumberdaya hutan, maka Indonesia dapat membangun fundamental pertahanan pangan yang tidak rapuh terhadap guncangan eksternal, dan menjadikan pangan sebagai instrumen yang kuat bagi tegaknya kedaulatan serta kokohnya ketahanan nasional.
•> Editorial: Bidang Propaganda & Jaringan – Dewan Pimpinan Nasional PETANI.